Di dalam membuat sebuah tulisan ada baiknya (atau sebuah keharusan??) kita mencantumkan sumber bacaan di dalam setiap tulisan tersebut bila itu bukan berasal dari hasil karya, ide atau pendapat pribadi kita. Hal ini untuk memberikan keyakinan kepada para pembaca bahwa apa yang ditulis itu adalah benar adanya. Selain itu pencantuman sumber bacaan juga mencerminkan satu bentuk tanggung jawab kita terhadap isi tulisan. Jika tulisan tersebut berisi tentang fakta-fakta, maka pencantuman sumber bacaan menghindari kita dari dugaan omong kosong belaka.
Terkadang ketika seseorang membaca tulisan tentang sebuah fakta atau tips ataupun kejadian tertentu, mungkin seseorang tersebut akan bertanya di dalam hati: ” ini benar apa tidak ya?, atau informasi ini dapat dipercaya tidak ya?”, kalau benar si penulis ini mengambil data-data ini dari mana?, apakah dari pengalaman pribadi atau dari cerita orang atau dari mana?. Banyak memang yang sudah mencantumkan bahwa itu adalah pengalaman pribadi atau berasal dari tulisan seseorang, namun tidak sedikit juga yang sama sekali belum menuliskan sumber bacaannya. Nah jika seperti ini, pasti orang yang sedang membaca itu akan sedikit meragukan kebenaran data dan fakta yang ditulis di dalam tulisan tersebut. Tentu saja dia tidak berniat untuk berburuk sangka atau sama sekali tidak percaya terhadap apa-apa yang telah ditulis, tetapi hanya sebuah bentuk keingintahuan dan memberikan keyakinan pada diri sendiri bahwa informasi yang tengah dibaca itu adalah benar adanya.
Sebenarnya sekilas sebuah tulisan bisa kita bedakan secara jelas mana yang merupakan pandangan pribadi seseorang dan mana yang merupakan teori atau mana yang merupakan hasil dari penelitian dan observasi. Nah yang menjadi masalah adalah ketika tulisan itu berisi tentang sebuah fakta atau penelitian, namun di dalam tulisan tersebut sama sekali tidak dicantumkan asal usul informasi atau pendapat yang ditulisnya.
Dalam dunia kerja saya di bidang audit, ada satu sikap yang harus dimiliki oleh seorang auditor yang disebut dengan istilah professional skepticism, yaitu suatu sikap profesional yang mengharuskan auditor untuk tidak boleh percaya begitu saja (skeptis) terhadap suatu hal baik itu berupa pernyataan, tulisan dan yang lainnya tanpa ada bukti/dokumen yang menyertainya. Jadi ketika si klien mengatakan A, maka auditor tidak boleh percaya begitu saja sebelum ada bukti yang mendukung terhadap pernyataan tersebut. Kalau bahasa gaulnya mungkin seperti ini: ”ah masa iya sih seperti itu, apa buktinya?” :).
Nah di dalam dunia tulis menulis pun saya fikir hal ini juga berlaku meskipun profesi kita bukan sebagai penulis. Menurut saya ini juga bagian dari etika dalam menulis. Penulisan sumber bacaan adalah salah satu bentuk pemberian bukti tahap awal atas apa yang kita tulis, bahwa apa yang telah kita tulis tersebut adalah betul adanya. Dan yang paling penting adalah tulisan tersebut bukan merupakan penjiplakan ide atau gagasan orang lain. Semoga dengan pencantuman sumber bacaan di dalam setiap tulisan akan mendidik kita untuk menghargai karya-karya yang telah dihasilkan oleh orang lain.
Maaf jika ada yang tidak sependapat dan kurang berkenan.
Sumber: Pandangan Pribadi.
setuoojjuuu Rita..!!! kita harus bisa menghargai hasil karya orang lain. hmm, sayang sekali curcolnya bundo ga ada yang berminat nyontek hihihi
ReplyDeletesetuju mbak rita, memang benar kita harus selalu menghargai hasil karya orang lain, sukses selalu buat mbak rita
ReplyDelete@ NakjaDimande
ReplyDeleteWah Bundo, padahal aku tadinya mau nyotek tuh hihihi...Tapi nyonteknya minta izin Bundo dulu tentunya:)
@heru
Iya betul mas Heru, sukses juga buat mas Heru..
Saya menyebutnya ini etika kutipan. Bisa disebutkan langsung sumbernya atau dengan link (thanks to digital world).
ReplyDeletekunjungan perdana, salam kenal:) artikelnya informatif sekali...thnxs yaa :)
ReplyDeletesalam
hill
Setuju sekali tuh Mbak,
ReplyDeletehal tsb mencerminkan kita menghargai hasil karya dan buah pikiran seseorang.
Salam.
@wel~
ReplyDeleteiya, bisa juga disebut etika kutipan, apapun itu yang penting intinya ada sumbernya.
@hill
salam kenal juga, thanks ya:)
@bundadontworry
iya sepakat Bunda, salam.
kalau itu copas kita WAJIB nyantumin.
ReplyDeletekalau tulisan sendiri tapi ngambil referensi dari tulisan lain, sebaiknya kita nyantumin.
Tetapi terkadang karena kita ngambil referensinya tidak hanya dari satu dua artikel saja nantinya referrensinya jadi panjang.
@alamendah
ReplyDeleteHe he he..yah pintar2 kita lah mas bagaimana cara mencantumkan referensi nya, yg penting kan supaya kita tidak dianggap mengaku-ngaku tulisan orang...That's all.
etikanya mmg begitu Rit...
ReplyDeletewong nggak repot kan mencantumkan sumbernya. klo nulis di blog, untuk nama saja saya selalu tautkan kepada yg punya nama itu.
setuju aja.semua harus memili asal dan jika itu suatu hal yang pentig bagi orang lain kita tidak aka mengecewakan mereka yang membacanya.
ReplyDeletebenar tapi bila kebijakan pribadi dari sumber itu boleh di copas , dibolehkan.ada di berbagai situs ada privacy policy meyatakan boleh di copas karena pada dasarnya informasi adalah milik publik.
ReplyDeleteBila seorang auditor harus mempunyai sikap professional skepticism ada istilah kami professional Acquistism
koment tadi sebelum subuh , rupanya tdk tampil padahal sudah koment panjang
@guskar
ReplyDeletesip sepakat pak!
@wasyoko
betul sekali mas. Dan terima kasih sudah berkunjung
@kawanlama95
Yup sepakat kalau memang seperti itu.
professional acquistism, sepertinya nyaris bertolakbelakang artinya dengan professional skepticism ya? (betul atau tidak?). btw itu istilah di bidang apa kak?
Yaaa, berarti komen kakak tadi sebelum subuh nyasar tuh:)
sore sahabat
ReplyDeletewah blue bikin post mengkaitkan nama serta salah satu postinganmu nichu tak marah kan meski belum minta izin e u heheh.
salam hangat sellau
makasih yah atas keramahtamahannya bersama blue
Setuju mbak.
ReplyDeleteSelamat berbuka puasa.
@bluethunderheart
ReplyDeletewaaah senangnye ada judul tulisanku di sana:)
Ya ndak lah mas, mosok iya harus marah:)
@Puspita
selamat berbuka puasa juga mba:)
Pertamax
ReplyDeletesetuju mbak..
Yup setuju, jangan jadi plagiat karena karya tulis seseorang harus kita hargai mbak. Apalagi kalau cuma copas, sebaiknya sumbernya harus dicantumkan.
ReplyDeleteTapi kalau cuman pengetahuan atau pengalaman pribadi, tentunya tidak perlu dicantumkan sumbernya.
Se7 banget sama pendapat Ita tuh!!
ReplyDeleteNarasumber/rujukan sebaiknya disebut..
btw...saya sdh mencantumkan lho...dlm setiap postingan yg senada... ;)
(babuka dimano beko..?)
gimana jeung shaumnya
ReplyDeletejangan bolong kecuali.hehehe tahu kan
salam hangat selalu
pa cabar?
setuju....
ReplyDelete-wong-
salam kenal
ReplyDeletesalam kenal jg rita, main masak2an juga ok kok.. ^_^ oya, saat sy baca komennya, katanya mau tukeran link, tp sy cari2 kok link cantigi ga ada ya? kayaknya mata sy ngaco kali ya, hehehee.. gpp deh, link rita udh ada di cantigi blogroll, masih mau tukerankah?
ReplyDelete