Wednesday, December 23, 2009

Generasi Rabbani

Hari ini saya iseng-iseng baca ulang satu buku yang dulu pernah saya beli pada saat masih kuliah yaitu sebuah buku tentang Keakhwatan (Wanita), sebuah serial yang isinya merupakan rangkuman dari materi-materi seputar wanita. Dan salah satu bab yang saya baca adalah terkait dengan sebuah generasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai Rabbani/Ketuhanan. Menjunjung tinggi di sini tentu saja dalam tataran aplikasi, bukan Omdo (Omong Doang) atau NATO (No Action Talk Only).

Saya membayangkan betapa indahnya ya jika sebuah keluarga, warga RT/RW, penduduk kampung, dan sampai pada tataran warga negara dan dunia memiliki prinsip hidup yang kuat. Seperti karang di lautan, tak tergoyahkan oleh hempasan ombak dan badai sekalipun, bahkan karang-karang tersebut justru akan berdiri semakin kokoh. Sebuah generasi yang mengaplikasikan dengan begitu kuat nilai-nilai Ketuhanan dalam perilaku mereka pada kehidupan sehari-hari. Tak mudah tergoyahkan begitu saja oleh dahsyatnya godaan dan rayuan yang datang. Mungkin dunia ini laksana sebuah surga yah, dan surga dunia tentunya, kerana surga akhirat itu kan hanya akan kita temui ketika dunia ini telah berakhir. Dan mudah-mudahan kita semua diizinkan oleh ALLAH untuk berjumpa di Jannah NYA kelak,amiin.

Sebuah Generasi Rabbani tentu saja tidak akan terbentuk dengan sendirinya, dibutuhkan sebuah titik awal dan proses panjang yang kita tak pernah tahu di titik mana proses itu akan membuahkan sebuah hasil yang kita impi-impikan. Tapi layaknya sebuah kehidupan, yang terpenting kan sebenarnya bukan hasil, tetapi proses itu sendiri. Sejauh mana kita bersungguh-sungguh menjalani dan menikmati sebuah proses, maka di situlah akan kita temukan keindahan berjalan di atas dunia *ceileee sok iye banget sih*. Kata buku-buku yang saya baca sih yah begitu itu;)...

Nah dari buku yang pernah saya baca juga, bahwa sebuah Generasi Rabbani diawali dengan penyiapan calon bapak dan ibu yang juga menjunjung tinggi nilai-nilai Rabbani, yaitu manusia-manusia yang memiliki prinsip hidup. Mereka memasuki gerbang keluarga dengan niat dan cara yang benar, agar nanti bisa melahirkan sebuah generasi yang benar pula (ini kata buku yah, bukan kata saya:)).

Yah mungkin akan menjadi sebuah utopi belaka ketika kita berbicara tentang Generasi Rabbani, tetapi di dalam diri dan keluarga kita sendiri masih acak-kadut kondisinya (berantakan maksud saya). Minimal kita memulai dari diri sendiri dulu lah, menengok kembali tindak-tanduk kita dalam keseharian, apakah sudah sesuai dengan tuntunan NYA atau masih jauh panggang dari api?. Dan mari kita bertanya pada satu bagian dari diri kita yang tak akan pernah bisa bohong, HATI NURANI. Karena sejatinya setiap dosa dan keburukan yang kita lakukan akan bisa terdeteksi oleh diri kita, yaitu ketika hati ini merasa gelisah dan tidak nyaman dengan perbuatan tersebut, maka bisa dipastikan itu sudah bersebrangan dengan Tuntunan NYA. Wallahu A’lam.

=========================================================

NB:
Tulisan ini (dan juga tentunya semua tulisan yang telah dan insyaALLAH akan dipublish) bukanlah sebuah cerminan bahwa saya adalah orang yang telah mampu menjalani proses perbaikan diri dengan baik. Sebaliknya ini adalah bagian dari cara saya untuk memotivasi agar terus bersemangat meningkatkan kualitas diri. Karena saya sangat menyadari perilaku saya dalam keseharian masih sangat jauh dari yg digariskan oleh NYA. Memang benar-benar butuh perjuangan dan pengorbanan untuk bisa menjadi pribadi yang baik. Dan diantara perjuangan dan pengorbanan itu adalah mencari ilmu, mengaplikasikannya, bersabar dalam keimanan, serta memegang teguh prinsip hidup. Dan mari kita bersama-sama saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran.

Dan maafkan yah sahabat tampaknya postingan ini sangat tidak terstruktur dengan baik, antara judul dan isi tidak terlalu nyambung (judulnya terlalu muluk, sementara uraiannya sangat biasa. Mohon maklum yah, masih terus dalam taraf belajar menulis niiy).

Saturday, December 19, 2009

Sapa Sing Tekun Golek Teken Bakal Tekan*


Sekitar 2 minggu yang lalu saya penasaran kenapa yah saya tidak pernah bisa masuk pada Singtekun thisweek nya blog Pak Guskar. Jangankan yang pertama, masuk dalam lima besar pun tidak. Terus iseng deh bolak-balik tuh halaman blognya Kyaine, kalau blog itu bisa ngomong mungkin dia akan bilang begini: ”woiii! udah dong berhenti bolak-balik gue!, kan gue capek dari tadi dibolak-balik mulu!”, dan untung saja tuh blog gak bisa ngomong hehehe...

Saya terkadang (cuma kadang-kadang aja sih) memang suka penasaran terhadap suatu hal. Ingin membuktika bahwa apa yang bisa dilakukan oleh orang lain, maka saya pun bisa melakukannya kalau saya mau berusaha tentunya. Dan pagi itu iseng saya klik lagi filosofinya blog tersebut:”sapa sing tekun golek teken bakal tekan”, Nah ini dia rahasianya!! seru saya dalam hati. Dan alhamdulillah berhasil!!, dalam dua hari itu saya bisa menjadi urutan pertama dalam Singtekun thisweek nya blog Kyaine. Tentu saja saya senang sekali, sampe pake woro-woro segala lagi sama si mpunya blog bahwa saya bisa jadi urutan pertama, norak banget gak sih!!?, biarin! hehehe...

Dan satu yang membuat saya sangat tersanjung adalah pada tanggal 10 Desember 2009, Kyaine blog memberikan penghargaan atas usaha saya itu dengan menghadiahkan sebuah buku yang tengah saya nantikan yang berjudul: ”Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya”, melalui postingan beliau yang ini. Buku tersebut masuk ke dalam ”waiting list” buku yang akan saya beli, kalau udah punya uang lebih tentu saja. Dan alhamdulillah Pak Gus memberikannya untuk saya secara gratis!, terima kasih Kyaine:). Sebenarnya buku itu sudah sampai ke kosan saya yang lama pada hari Sabtu tanggal 11 Desember 2009, tetapi baru saya ambil pada hari minggu nya. Kemudian baru bisa woro-woro ke sahabat semua pada hari ini, sengaja nih saya pamer biar pada ngiri hehehe...

Eto, Kyaine ha totemo shingsetsu na tomodachi ne, honto ni arigatou gozaimashita! *sambil membungkukkan badan berulang-ulang ;), mudah2an ucapan terima kasih dalam bahasa Jepangnya enggak salah nih hehehe*.

Blog guskar dot com adalah salah satu blog favorit saya, selain blog nakjaDimande dot com dan blog yang lain yang tidak bisa saya sebutkan di sini, rahasia hehehe;). Dari tulisan-tulisan beliau dalam blognya saya belajar banyak hal, mulai dari bagaimana kita berhubungan dengan keluarga, dengan lingkungan sekitar, berhubungan dengan rekan kerja di kantor, membangun motivasi diri, membangun kesadaran akan kelemahan kita sebagai seorang hamba, dan banyak lagi pelajaran yang lainnya tentu saja. Beliau menulis dengan sajian yang ringan dan khas tapi dalam sekali menusuk ke relung jiwa, dan menariknya lagi beliau memaparkannya dengan gaya yang tidak membosankan. *Ini PAKTA yah!, bukan FUJIAN tanpa dasar ataupun PITNAH!;)*, kalau tidak percaya monggo silakan kunjungi blog beliau di http://guskar.com/.

Dalam hidup ini sebenarnya segala sesuatu yang belum kita dapatkan bukan berarti karena kita tidak bisa mendapatkannya. Permasalahannya hanya terletak pada sejauh mana dan sebesar apa ikhtiar yang telah kita berikan untuk bisa menggapai keinginan tersebut. Apakah usaha dan kerja keras kita sudah sebanding atau sudah memadai untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan itu?, dan sejauh mana pula tingkat kepasrahan kita kepada NYA setelah berbagai daya dan upaya kita kerahkan.

Nah kita tidak akan pernah tahu apakah sudah sebanding atau tidak ikhtiar yang kita lakukan sebelum kita berhasil mendapatkan sesuatu itu. Jadi intinya kita harus terus mencoba dan mencoba tanpa kenal lelah dan putus asa, sehingga pada akhirnya kita bisa meraih apa yang kita inginkan, INSYAALLAH. *itu kata teori, tapi prakteknya ternyata tidak semudah yang diucapkan kawan!, benar-benar butuh perjuangan tanpa lelah dan semangat yang harus terus menyala*.

============================================================

* Bagi sahabat yang ingin tahu lebih dalam makna tentang filosofi Sapa Sing Tekun Golek Teken Bakal Tekan, silakan baca pada blog Kyaine di sini.


Friday, December 11, 2009

Jejak-jejak Langkah Kita

Di atas butir-butir waktu kita pernah berjalan
Mendahului sang mentari bangkit dari peraduan
Menyusuri jalan dan lorong-lorong harapan
Berjalan kita menuju ladang penghidupan

Dengan daya ragamu kau gemburkan sawah kita
Akan kita semai benih-benih harapan di atasnya
Untuk masa depan dan kehidupan yang nyata
Jawabanmu ketika ku tanya untuk apa ini semua

Ditengah terik panas yang membakar raga
Kita berlindung di semak-semak pohon rumbia
Kita buka bekal nasi dengan lauk seadanya
Dan lenyaplah lapar dahaga dari tubuh kita

Setelah lepaskan penat, bermunajat kepada NYA
Kembali kau berjalan dengan semangat membara
Mengolah sawah tak kenal lelah dan putus asa
Demi anak-anakmu tuk bisa tersenyum dan tertawa

Senja sebelum mentari meninggalkan hari
Kita berhenti dan sudahi perjuangan di hari ini
di antara iringan burung-burung yang bernyanyi
Pulang kita mengiringi hari yang ‘kan berganti

Ibu, tengah aku susuri jejak-jejak langkah kita
Kau akan selalu hidup di setiap nafas dan rasa
Karena darahmu telah berpadu dalam ragaku
Memberikan kekuatan tuk terus melangkah maju

Di atas tanah jalan setapak yang pernah kita lalui
Telah kupetik hikmah dan pelajaran yang sangat berarti
Dari seorang IBU, sosok pahlawan yang pernah aku miliki
Perjuangan dan pengorbananmu kelak ‘kan menjadi saksi

Meski saat ini kau tak lagi hadir temani diri
Namun telah tertoreh kuat kenangan dihati
Yang akan selalu hidup dan menyala selamanya
Menerangi langkah pada butiran waktu yang tersisa

============================================

Puisi ini persembahan untuk Bunda tercinta
meski beliau sudah tak mungkin bisa membacanya,
Namun doa-doaku untuk nya tak akan pernah putus
selama hayat masih dikandung raga...

Puisi ini juga aku ikut sertakan pada Karnaval
"Minum Teh Bersama Ibu" di blog http://guskar.com,
dalam rangka menyambut hari ibu
pada 22 Des mendatang...

Semga bermanfaat bagi siapapun yang berkenan tuk membacanya...


Saturday, December 05, 2009

Tiga Orang Saudara Mengunjungi Jakarta.

Di suatu pagi ketika saya sedang berada di dalam bis hendak menuju rumah kedua, kantor maksudnya:), saya melihat sebuah pemandangan yak tak biasa ketika bis sedang bergerak perlahan-lahan di sekitar jalan Medan Merdeka dan hendak memasuki Jalan Thamrin Jakarta. Persis di persimpangan di depan gedung Kebudayaan dan Pariwisata, saya melihat sebagian besar orang di jalanan sedang mengarahkan pandangan mereka ke satu arah tertentu (duh! Jadi ingat satu lagu jadul nih, apa yaaa? hehe:)). Mulai dari pak Polisi yang sedang bertugas, para pengendara motor dan mobil yang sedang berhenti di depan lampu merah sampai kepada para penumpang bis yang sedang saya tumpangi pun semuanya tengah memandang ke arah itu. Mungkin ada yang bertanya memang ada apa siiiy???, apakah ada presiden Obama sedang jalan di situ sendirian? *gak mungkiiin*, atau ada SBY dan JK yang sedang lari pagi?? *sambil reuni mengenang masa lalu gitcu*, atauuu jangan-jangan ada Mbah Surip yang lagi konser nyanyi hiiiiiiiiiiiii sereeeeeemmm.

Sebuah pemandangan yang tak biasa memang di pagi itu, mungkin bukan buat saya saja tetapi juga buat semua orang yang berkesempatan menyaksikan pemandangan itu. Saat itu saya melihat ada tiga orang laki-laki (saya menyebut tiga orang itu dengan ”saudara kita”) yang sedang mengunjungi rimba Jakarta. Mungkin sebagian besar kita memandang aneh terhadap saudara kita itu, tetapi buat saya mereka adalah cerminan ”kesederhanaan” dan ”kepolosan” dari makhluk yg bernama manusia. Yaitu manusia-manusia yang belum tersentuh oleh kemajuan dan kebudayaan (sebenarnya mungkin mereka mau saja disentuh kalau ada kesungguhan dari kita untuk menyentuh mereka). Meski sebenarnya ”kesederhanaan” yang mereka pertahankan itu (menurut saya) bukan pada tempatnya.

Tiga orang saudara kita itu berasal dari perkampungan Badui sana, maaf ini hanya berdasarkan asumsi saya pribadi dari aksesoris yang tampak yang saat itu mereka gunakan, dan mudah-mudahan tidak salah. Tapi yang pasti tiga orang tersebut jelas bukan penduduk Jakarta. Mengapa saya menganggap bahwa tiga orang saudara kita itu adalah orang-orang dari perkampungan Badui?. Pertama, karena mereka menggunakan tutup kepala (sapu tangan yang diikatkan di kepala) berwarna hitam. Kedua, pakaian yang mereka kenakan pun serba hitam, rok berwarna putih kumal, serta tidak menggunakan alas kaki. Ketiga, mereka juga menyandang buntelan yang berwarna putih kumal. Ketika SMA dulu saya pernah mengunjungi perkampungan Badui Dalam, dan keseharian mereka dalam berpakaian yah seperti itulah.

Pada kejadian yang saya lihat waktu itu, tiga orang saudara kita tersebut sedang bercakap-cakap dengan seorang pejalan kaki. Mungkin mereka sedang bertanya tentang sebuah alamat atau mungkin yang lainnya, jelas saya tidak tahu sama sekali. Namun kelihatan sekali mereka sedang mencari sesuatu di Jakarta ini. Melihat tiga orang saudara itu saya jadi terfikir, mengapa ya mereka masih bertahan dan nyaman dengan kondisi ”kesederhanaan” yang seperti itu. Kalau boleh saya menyebut sebuah kesederhanaan berbalutkan keterbelakangan (maaf kalau kurang tepat istilahnya). Bukankah dalam ”kesederhanaan” yang mereka yakini itu menyebabkan mereka jauh tertinggal dibandingkan orang-orang yang dengan mudah menerima perubahan dan perkembanan zaman. Setiap saat segalanya berubah dengan sangat cepat dan kian tak terbendung, apalagi di zaman yang serba canggih di atas dunia yang sudah seperti tak berbatas ini. Saya fikir ”kesederhanaan” mereka itu justru merugikan diri mereka sendiri.

Itu kalau saya melihat dari sisi mereka sebagai manusia yang memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan dalam hidup ini. Tetapi kemudian kalau saya coba memandang dari sudut pandang di luar diri dan masyarakat saudara kita itu, saya jadi terfikir, sebenarnya mereka yang tidak mau disentuh oleh kemajuan teknologi dan peradaban, atau justru kita-kita ini yang tidak mau bersungguh-sungguh menyentuh mereka untuk sama-sama ikut berubah (dalam arti positif) mengikuti perkembangan peradaban manusia yang kian pesat??. Bahkan kalau saya melihat kok ya mereka seperti cenderung dipertahankan untuk kepentingan tertentu. *ah suudzon nih Rita*, yah mudah-mudahan saya salah.

Bagaimana menurut sahabat?, kira-kira usaha apa yang bisa kita lakukan untuk saudara-saudara kita itu agar mereka juga bisa merasakan kemajuan peradaban manusia ini tanpa merasa terpaksa?. Mungkin ada yang pernah berkunjung ke perkampungan Badui Dalam atau tempat-tempat lain yang hampir sama kondisinya???. Mari berbagi cerita di sini, insyaALLAH akan ada manfaat yang bisa dipetik tentunya.


Wednesday, December 02, 2009

CAKRAWALA BIRU

Di cakrawala biru berpadu sudah rasa itu.
Kau sapa hatiku dengan untaian kata yg syahdu..
Kusambut katamu dengan senandung keikhlasan…
Dan kusampaikan pesan cintaku lewat puisi keindahan….

Di cakrawala hati telah terukir indah namamu.
Berhiaskan awan diiringi alunan sang bayu..
Kulukis bayangmu di atas kanvas kehidupan…
Dan kusematkan harapan pada angin kerinduan.…

Di cakrawala kalbu kusemai benih kesabaran.
Berbalut asa bermandikan mata air impian..
Kuharap kau datang ke dermaga CINTA…
Dan kayuh biduk kita menuju nirwana….

Dimana gerangan duhai kasih pujaan.
Kutunggu engkau di cakrawala kenyataan..
Kita rajut ASA dengan kasih ARRAHMAN…
Dan keberkahan smoga hadir di sisa perjalanan….
=============================================

By:risantchan di cakrawala penantian.
Kupersembahkan tuk seseorang yang merasa tenteram baca puisi..
Maafkan bila puisi ini tak mampu menyembuhkan hatimu yang lelah...
itsumo ganbatte ne!:)


Friday, November 27, 2009

Buruan Nikah! Biar Hatimu Tenteram...

Itu adalah sepenggal kata dari seorang teman ketika tadi pagi kami sempat chat via YM, setelah saya bertanya padanya apa yang berbeda dari dirinya sekarang ketika dia telah memiliki seorang ”pangeran” dalam hidupnya. Temanku itu baru melangsungkan pernikahan sekitar seminggu yang lalu. Kemudian dengan lancarnya mengalirlah cerita dari dia tentang segala hal yang dirasa, yang pada intinya bahwa menikah menjadikan hatinya menjadi lebih tenang dan tenteram, meskipun yang namanya riak-riak kecil itu akan selalu ada, apalagi pada masa awal-awal pernikahan katanya.

Dan di tengah-tengah cerita itu ujung-ujungnya dia mengeluarkan kata-kata yang cukup provokatif menurut saya, ya seperti judul di atas itulah. Lalu saya jawab: ”bukannya aku tidak ingin segera menikah mba, tapi masalahnya sama siapa???”, jawabku menimpali kata-katanya. ”Kemarin ketika aku pulang ke Riau, ada siih yang serius ingin melamar, tapi aku gak bisa melangkah bila belum ada keyakinan dalam hati” lanjutku dengan penuh keseriusan. Dan mba itu pun kemudian menjawab yang pada intinya adalah bahwa kesiapan dan keyakinan hati itu sebenarnya adalah sebuah proses, kita tidak akan bisa langsung merasakan bahwa kita yakin secara penuh terhadap sebuah keputusan atau pilihan. Nah sekarang kamu mau tidak menjalani dengan sabar proses itu sampai kamu bisa merasakan bahwa hatimu berada pada tingkat keyakinan yang penuh untuk melangkah. ”Jadi jalani aja dulu prosesnya” tambah temanku itu dengan tidak kalah seriusnya.

Ah aku tak tahu apakah memang benar seperti itu dalam kenyataannya atau tidak, karena aku adalah tipe orang yang benar-benar tidak bisa berjalan ketika masih ada ganjalan di dalam hati, sekecil apapun itu. Sehingga terkesan sekali kalau aku ini tipe orang yang sangat konservatif dalam mengambil sebuah keputusan, ”alon-alon asal kelakon” kalau kata orang Jowo sih *semoga istilah bahasa Jawanya tidak salah*.

Jangankan untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius seperti pernikahan, bahkan ketika ada yang sekedar ingin ”berkenalan” pun, kalau kesan pertama di hatiku tidak sreg dan yakin, maka aku akan memilih untuk menghindar daripada nanti malah menyakiti hati seseorang tersebut. Meski sebenarnya pada tahap awal tersebut aku pun belum bisa memastikan bahwa dia tidak baik buatku. Tapi karena aku adalah tipe orang yang sangat percaya pada kata hati, sehingga bila hati belum bilang ”Ya!”, maka aku pun belum akan berani untuk melangkah. Dan itulah aku. Tentunya pasti ada sisi positif dan negatif dari sikap yang seperti itu, namun yang pasti buat aku melangkah dalam kondisi hati mantap dan yakin itu adalah sebuah kemestian, karena pernah beberapa kali aku mencoba paksakan untuk melangkah dalam keraguan, dan hasilnya sangat mengecewakan!.

Kembali pada kata-kata provokatif temanku itu, aku jadi teringat pada seorang teman yang pernah bilang: ”menikah membuat hidup kita menjadi lebih terarah dan teratur mba”, katanya suatu hari. Memang benar seperti itu adanya mungkin, karena toh aku sendiri belum merasakannya secara langsung. Namun dari yang aku lihat pada sikap adikku yang baru menikah beberapa bulan yang lalu, aku benar-benar melihat perubahan itu pada dirinya. Dulu ketika masih bujang, setiap malam pasti selalu keluar rumah dan pulang ketika sudah larut dan paginya sudah menghilang lagi entah kemana. Namun kemarin ketika aku pulang kampung, dan melihat dia setiap malam kok selalu ada di rumah yah, dan kalau pun pergi itu pasti bersama istrinya. Hmmm, bener-bener bikin iri aja tuh anak hehehe...

Tapi aku sangat percaya kalau menikah itu bisa membuat hati menjadi lebih tenteram, karena ALLAH sendiri kan yang mengatakan bahwa Dia menciptakan manusia itu berpasang-pasangan untuk saling memberikan rasa tenteram di hati masing-masing. Dan saat ini hidupku memang seperti sedang berjalan di tempat, sering merasa sepi dan jenuh. Bahkan sering juga terserang penyakit disorientasi hidup. Hmm, apa mungkin karena belum menikah yaa?, maybe yes! maybe No! :).

Ayo bapak-bapak, ibu-ibu yang sudah menikah, berbagilah dengan kami-kami yang masih sendiri tentang bagaimana perubahan yang terjadi pada diri kalian ketika telah menikah, agar kami tercerahkan dan bisa segera menyusul kalian, meski sekarang sebenarnya belum jelas juga sih mau menikah dengan siapa hehehehe...Tapi yang pasti kalau kata Bundo NakjaDimande ”saat ini dia sedang berjalan ke arahmu Rit”, InsyaALLAH...*sambil nebak-nebak siapa yah kira-kira yang sekarang sedang berjalan ke arah ku, habis yang ditunggu-tunggu tak jua kunjung datang:)*.


Friday, November 13, 2009

Garis Batas

Bagaimana aku bertemu dengan Mu
Menjadi sungai tak sampai-sampai
Meski muara begitu dekat…

Bagaimana aku melukis wajah Mu
Imajinasi berhenti pada cat-cat
Meski warna begitu lengkap…

By: ???

===============================================================================

PS 1:
Puisi di atas aku temukan pada saat awal-awal aku masuk kuliah dulu. Waktu itu aku membaca puisi itu di salah satu media massa. Karena langsung jatuh cinta saat pertama kali membacanya, maka langsung aku catat deh di buku agendaku. Tapi sangat disayangkan aku lupa menyertakan nama penulisnya (emang dodol nih aku, gak tahu berterima kasih. Suka sama puisinya eh tapi enggak peduli sama yang menciptakannya). Maaf beribu maaf untuk seseorang yang telah menulis puisi ini. Mungkin di antara sahabat ada yg pernah membaca puisi ini dan tahu siapa pengarangnya, mohon sharing di sini yah…(Masalahnya aku tidak pernah membaca buku kumpulan puisi, makanya ketinggalan banget nih informasi tentang puisi).

PS 2:
Puisi di atas adalah salah satu puisi yang paling aku suka, alasannya selain memang karena maknanya yang sangat dalam, juga karena puisi itu mampu menjawab pertanyaanku dulu sewaktu masih di SD dan SMP. Dulu aku sering sekali bertanya seperti ini: “bentuk ALLAH itu seperti apa yah???”, “penasaran deh pengen liat wajah ALLAH kayak gimana”, “terus tempat bersemayamnya ALLAH tuh sebesar apa ??”, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Karena pertanyaan-pertanyaan itu, aku jadi sering sekali memandangi langit sambil membayangkan dan mencoba menerka-nerka (dalam dimensi imajinasiku yang sangat bodoh tentunya) tentang wajah ALLAH, terus bentuknya menyerupai apa. Terus kadang juga suka bertanya ada gak yah alam semesta selain di jagad raya ini. Terus juga suka berfikir ALLAH tuh datangnya dari mana dan sejak kapan adanya. Duh pokoknya pertanyaan-pertanyaan yang pada akhirnya membuat aku pusing sendiri deh. Sebenarnya beberapa dari pertanyaan itu jawabannya ada di Sifat-Sifat ALLAH, tapi kan waktu SD aku gak begitu terampil (sekarang juga masih seperti itu sih:)) menyambungkan antara pelajaran-pelajaran di sekolah dengan kondisi di kehidupan nyata.

Pada waktu awal-awal aku kuliah terus ketemu dengan puisi di atas, saat itu fikiranku benar-benar tercerahkan, bahwa sebagai makhluk kita tidak akan pernah bisa membayangkan keberadaan fisik ALLAH seperti apa meski sebenarnya DIA sangat dekat. Fikiran manusia tidak akan pernah sampai ke sana, karena ada garis yang membatasi antara dimensi kita dengan dimensi ALLAH, DIA sang PENCIPTA dan PENGUASA alam semesta raya, sementara kita hanyalah makhluk kecil yang lemah dan tak berdaya.

PS3:
Alhamdulillah akhirnya bisa update juga, setelah 10 hari lamanya blog ini terabaikan. Rekor terpanjang nih meninggalkan blog sejak pertama kali ia lahir ke jagad raya ini hihihi lebay. Tapi ini baru awal sahabat, ke depannya mungkin blog ini akan jauh lebih terbengkalai dan merana lagi. Yah maklumlah pengurusnya sudah mulai berkelana kesana-kemari, dan ketika larut malam saat sampai di kosan lelahnya raga ini tak lagi mampu tuk sekedar melihat-lihat blog, apalagi untuk update (maklum cu! nenek sudah tua, jadi tubuh ini cepat sekali merasa lelah hehehe). Meski sebenarnya sediiih banget harus mengabaikan rumah mayaku ini. Tapi itulah hidup, setiap musim akan selalu berganti. Mudah-mudahan di setiap akhir minggu jika tidak lembur kata-kata sederhana dari aku bisa bersenandung lagi:). Dan mohon maaf untuk sahabat-sahabat yang telah berkunjung mungkin tidak selalu bisa aku balas kunjungannya. Mohon maklum yaaa…Honto ni arigatou ne:).


Wednesday, November 04, 2009

Genuine Smile :)


Sesuatu yang murni yang datang dari hati, maka akan diterima oleh hati pula. Dan satu bentuk dari hal tersebut adalah senyuman:). Betapa dahsyatnya sebuah senyuman yg terlahir dari kedalaman telaga hati, yang mampu mengalirkan air kesejukan, meniupkan angin kedamaian, serta menyemaikan benih-benih CINTA yang bersifat universal yang kemudian akan langsung masuk menghunjam ke dermaga HATI.

Sahabat...pernahkah kita bertanya pada diri ini ketika kita tersenyum kepada keluarga, saudara, teman, rekan kerja, atau siapapun yang kita temui di dalam keseharian hidup kita. Ketika mulut ini menyunggingkan seulas senyuman kepada mereka, apakah itu benar-benar murni berasal dari HATI???. Ataukah senyuman itu hanya sekedar basa-basi?, hanya syarat atau sebagai pelengkap etika pertemanan atau supaya tidak dibilang sombong?, atau mungkin agar mereka nanti juga akan memberikan senyuman balik pada kita ketika bertemu lagi dengan mereka di lain waktu dan kesempatan?. Entahlah, tentunya hanya hati kita masing-masing lah yang tahu jawabannya.

Genuine Smile tidak mengharapkan apapun, karena ia terlahir dari telaga hati yang hanya ingin mengalirkan dan mempersembahkan kesejukan dan kedamaian bagi dunia. Dan karena SENYUMAN itu adalah ibadah.

Let’s give our smile which is from the bottom of our heart as the sweetest gift for our friends, that’s the genuine smile:).


Friday, October 30, 2009

30 Menit Bersama Nenek, Ditemani Bintang & Rembulan...

Malam itu, waktu telah menunjukkan pukul 9 kurang 15 menit, it’s time to go home!. Nah karena jarak kosan saya dengan tempat kursus tidak terlalu jauh, maka saya lebih memilih berjalan kaki daripada harus naik ojek, lumayan kan selain mendukung program kesehatan tubuh juga bisa sedikit berhemat untuk kesehatan kantong. Yah begitulah anak kos, kalau masalah berhemat tuh sepertinya memang keharusan deh, bukan satu kesadaran:).

Seperti biasanya, kalau berjalan di malam hari maka saya akan sangat menikmati perjalanan itu, sehingga saya pun berjalan dengan sangat santainya sambil merasakan hembusan sepoi angin malam dan mengamati lalu lalang orang dan kendaraan yang sudah mulai sepi. Sesekali saya pun akan berhenti dan memandang serta menikmati keindahan langit malam dari kejauhan. Namun sayang seribu kali sayang pesona langit malam di Jakarta tak seindah langit malam di kampung saya, di Kuantan sana. Tetapi dimanapun itu, pesona langit malam buatku tetap takkan pernah bisa habis untuk disyukuri. Dan itulah salah satu wujud karya cipta nan agung dari sang PEMILIK jagad raya ini.

Meski sebenarnya angin malam jalanan kurang begitu sehat, tapi entah kenapa saya sangat menikmatinya. Berada di samping kekasih hati membuat suasana semakin romantis, berjalan berdampingan bermandikan kemilau cahya lampu berwarna kuning keemasan, ditambah dengan hangatnya sinar rembulan yang melengkapi pancaran cahya bintang yang tak pernah berhenti bersinar. ”Eiit stop!!!” kata hatiku, seketika aku clingak-clinguk ke samping kanan dan kiri, eeeh ternyata enggak ada orang ding!, hoooo jadi barusan tuh lagi ngayal toh hihihihi, jadi malu!:). ”Tidak mengapa bila tak ada kekasih hati, kan ada Kekasih Sejati yang selalu setia menemani, yakinlah itu Ta”, kata hatiku memberikan wejangan.

Dan tidak lama setelah itu, dari jarak yg tidak begitu jauh aku melihat di depanku ada seorang wanita yang juga sedang berjalan sambil menggendong sebuah karung yg berukuran besar, yang aku perkirakan isinya adalah sampah-sampah plastik. Tapi ukuran karung yg begitu besar tersebut terlihat melebihi dari besarnya ukuran tubuh wanita itu, sampai-sampai dia harus membungkuk ketika berjalan untuk mengimbangi beratnya beban karung tersebut. ”sungguh wanita yang kuat” kataku berguman. Lalu tanpa membuang waktu, langsung saja aku kejar dan hampiri wanita itu.

”Ibu, pulangnya kemana?”, tanyaku sambil mengiringi langka-langkah kakinya. ”Nenek pulang ke Pedongkelan sana Cu’”, jawabnya dan kemudian menghentikan langkahnya. Lalu kami pun sedikit menepi, lebih merapat ke sisi trotoar jalan, agar aman dari lalu lintas kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi. Masih dengan posisi berdiri aku kemudian lanjut bertanya: ”kenapa malam-malam begini masih berjalan mencari sampah-sampah ini Nek?, memang dari jam berapa nenek mulai mengumpulkan ini semua”, kataku sambil sedikit nyerocos. ”Iya, memang setiap hari nenek selalu pulang jam segini Cu, karena nenek kan mulai keluarnya siang menjelang sore hari, dan baru pulang ya jam segini ini” katanya sambil membetulkan letak karung sampah yang segede gaban itu. Duh terus terang aku tidak tega melihat nenek itu, tapi apa yah yang bisa aku lakukan buat nya *sambil sedikit mikir*.

Seketika tanpa aku duga dan aku minta nenek itu langsung bercerita tentang diri dan keluarganya dengan penuh semangat, masih terus sambil berdiri menggendong karung sampah itu. Nampaknya dia ingin bercerita banyak kepadaku, ”baiklah, mungkin ini adalah salah satu yang bisa aku berikan buat nenek itu, memberikan sedikit waktuku untuk mendengarkan ceritanya”, kata ku di dalam hati. Sebelum dia bercerita sebenarnya aku ingin memintanya untuk meletakkan dulu karung itu, supaya ngobrolnya lebih enak. Tapi melihat nenek sudah begitu bersemangatnya ingin bercerita, aku urungkan niatku karena tak ingin memotong ceritanya. Dan jadilah malam itu aku mendengarkan cerita nenek sambil berdiri di pinggir jalan di sekitaran Cempaka Mas. Latarnya memang masih di Simpang Coca Cola juga nih, ya iyalah! kan aku sudah dinobatkan menjadi ketua preman di situ sekarang:D.

Lalu aku pun mulai mendengarkan cerita nenek dengan seksama sambil terus memandangi wajahnya yang telah keriput dimakan usia. Di tengah lalu lalang orang di jalanan itu nenek terus bercerita tentang anaknya yang semata wayang yang sudah tidak peduli lagi dengan kondisi hidupnya, anaknya justru lebih sering bersikap kasar dan melawan kepada orang tua. Nenek sudah sekian tahun ditinggal oleh sang suami, dan saat ini nenek hanya tinggal bersama seorang cucu di daerah kumuh di pinggiran Ibukota.

Sebenarnya tidak banyak yang nenek harapkan dari anaknya, beliau hanya berharap bahwa anak itu ”mengakui” keberadaan dirinya yang telah melahirkannya dengan susah payah. Bahkan sampai ada yang bilang bahwa anak yg telah dilahirkannya itu adalah seorang anak angkat karena sama sekali tak mau ambil peduli dengan keadaan ibunya sendiri. Tapi nenek itu sama sekali tidak mau merepotkan anaknya, makanya beliau masih terus berusaha apapun yang masih bisa dikerjakan. Saat ini yang masih kuat dikerjakan oleh nenek adalah mengumpulkan sampah-sampah plastik, koran, kardus dan sejenisnya yang selanjutnya akan dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut cerita nenek juga kalau dulu mungkin nenek masih ada pekerjaan tambahan lain yaitu menjadi buruh cuci, tetapi sekarang nenek sudah tidak mampu lagi katanya.

Nenek yakin bahwa selagi kita mau berusaha, apapun itu asalkan halal maka jangan pernah takut kelaparan. Karena nenek percaya ALLAH itu maha Pemurah, dan ALLAH tidak akan membiarkan hambaNYA dalam kesendirian. Nenek juga mengatakan bagaimana pun tidak pedulinya anak yg telah dilahirkan itu kepada dirinya, namun ia masih terus mendoakan anaknya, agar selalu bahagia di dunia ini dan bisa selamat di akhirat kelak. Hanya itu setiap hari yang nenek mintakan kepada Sang Gusti ALLAH, katanya. Meskipun nenek hanya orang kecil, tapi DIA yang maha mendengar dan tak pernah tidur tidak akan pilih kasih kepada hamba NYA. Siapa yang mau berusaha maka ALLAH lah yang akan memudahkan jalannya. Dan Nenek selalu yakin akan hal itu, lanjutnya sambil memandang wajahku dan kemudian berucap: ”nama cucu siapa?” katanya, ”Nenek panggil saja aku Rita” kataku menjawab pertanyaan nenek.

Kelihatannya Nenek sudah sangat lelah, dan tak terasa rupanya sudah 30 menit aku berdiri bersama Nenek di pinggir jalan itu. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 10 malam, lalu aku pun mohon pamit kepada Nenek karena sudah cukup larut rupanya, aku harus segera meninggalkan tempat itu sebab sudah semakin menyeramkan buatku *aneh!! ketua preman kok ternyata penakut juga yak:)*. Lalu kami pun berpisah di persimpangan Coca Cola itu.

Sambil berjalan seorang diri diantara lalu-lalang kendaraan dan anak-anak jalanan, aku masih terus teringat nenek. Betapa setiap manusia itu pasti memiliki kisah dan cerita hidupnya masing-masing, dan setiap kisah itu telah tertulis di dalam sebuah kitab di Lauhil Mahfud sana. Hanya saja yang membedakan antara satu cerita hidup manusia dengan manusia lainnya adalah sejauh mana setiap diri mampu berjuang dan mengusahakan yang terbaik untuk kelangsungan hidupnya. Dan setiap manusia mempunyai semangat juang yang berbeda-beda tentunya, tapi satu hal yang pasti adalah siapa yang bersungguh-sungguh maka insyaALLAH dia lah yang akan mendapatkan keberhasilan. Dan apapun hasil yg kita peroleh, itu merupakan kondisi terbaik untuk kita dalam pandangan ALLAH.

Malam itu, bisa mendengarkan sekilas tentang cerita seorang nenek yang hidup di tengah belantara kota metropolitan merupakan sebuah anugerah buat diriku. Aku sadar dengan sepenuhnya bahwa ALLAH lah yang telah menakdirkan pertemuanku dengan nenek di tempat itu, di jam segitu dan dengan latar suasana yang seperti itu. Mari sahabat kita berikan sedikit waktu kita untuk mendengarkan cerita dan keluh kesah ”mereka”. Selama ini kita mungkin hanya memandang dan membicarakan mereka dari kejauhan, jarang mencoba untuk mendekat dan menyelami hati mereka, mencoba merasakan apa yang sedang mereka rasa dan apa yang sebenarnya mereka inginkan. Walaupun tak banyak memang yang bisa aku berikan kepada Nenek, bahkan mungkin teramat sedikit, yah hanya 30 menit dari waktuku. Tetapi setidaknya dengan aku mau mendengarkan cerita nenek, mudah-mudahan bisa sedikit mengurangi dan meringankan beban bathinnya. Sehingga ia bisa melangkah dengan hati yang juga mudah-mudahan lebih ringan serta dengan senyuman tentunya, amiin dan semoga ya Rabb.


Friday, October 23, 2009

Cinderamata dari Sahabat


Sejak jam 3 pagi tadi ada masalah yang cukup serius dengan perut saya, sehingga harus bolak balik ke kamar kecil. Jadi hari Jumat ini akhirnya saya putuskan untuk tidak masuk kantor saja, daripada nanti saya tidak bisa menahan ”tuntutan” dari dalam tubuh untuk segera keluar, yah lebih baik saya di rumah saja deh. Lagian di kantor pun pekerjaan sedang tidak padat, karena belum mulai masuk klien.

Siang harinya ketika saya baru saja balik dari kamar kecil, ada seorang petugas kurir memanggil dan mengetuk-ngetuk pintu pagar, lalu saya hampiri petugas tersebut. Dan memang tepat sekali ternyata pak kurir tersebut mencari nama saya. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Ketika saya lihat, wah ini kiriman dari Pak guskar rupanya, sebuah buku yang sedang saya nanti-nantikan!. Dan saya amati bungkus nya persis sekali dengan gambar yg kemarin dipasang pak gus pada postingan Lastri Jatuh Cinta # 2. Saya pandangi lekat-lekat bungkusan tersebut. ”Hmm, pekerjaan tangan mba Lastri nih memang rapi yah” kataku dalam hati. Rasanya sayang sekali kalau sampul ini di buka, makanya saya urungkan niat saya untuk membukanya, karena masih ingin terus melihat bungkusan itu sampai puas:).

Setelah hampir 1 jam lebih saya puas memandangi bungkusan tersebut, akhirnya saya putuskan untuk kemudian membukanya. Dan jreng jreng jreng!!!, tampaklah cover sebuah Novel berjudul Negeri 5 Menara karangan A Fuadi. Di sebelah atas judul tersebut ada sebuah tulisan yg ditulis pada potongan kertas berwarna putih yang berbunyi: ”Cinderamata Kenduri Narablog 2009 Jilid 2 guskar.com”. Lalu saya lepaskan potongan kertas tersebut, dan langsung saya tempelkan kembali di halaman kedua setelah halaman cover, dan kemudian saya tuliskan di bawah tulisan tersebut tanggal saya menerimanya yaitu tanggal 23 Oktober 2009.

Sejak pertama kali saya melihat cover novel itu pada postingan Pak Guskar yang berjudul Woro-Woro, saya telah jatuh cinta pada judul novel tersebut. Waktu itu saya berucap: ”Ya ALLAH aku ingin sekali novel itu”, kata saya dalam hati sambil merengek. Tapi kemudian keinginan itu langsung terlupakan begitu saja. Dan saya pun kemudian ikut berpartisipasi dalam Kenduri Narablog nya Pak Gus tanpa berharap banyak, yah benar-benar hanya ingin meramaikan saja. Dan betapa senangnya saya pada saat pengumuman di postingan ”Mereka yang Beruntung” saya melihat bahwa saya mendapatkan novel ini. Alhamdulillah, ALLAH mengabulkan keinginan saya.

Pada saat membaca judul novel ”Negeri 5 Menara” ini, saya sama sekali belum bisa membayangkan gambaran cerita yang disuguhkan di dalamnya. Lalu iseng-iseng saya pun membuka halaman novel tersebut secara acak, dan akhirnya pandangan mata saya terdampar pada halaman 107. Setelah saya baca rangkaian kata, kalimat dan paragraf yang ada pada halaman tersebut. Subhanallah, sebuah novel yang sangat inspiratif saya fikir. Saya baru membaca satu halaman loh, tetapi semangat dan jiwa saya seperti telah dibakar (secara positif) oleh goresan-goresan kalimat di dalam lembaran tersebut.

Pada halaman 107 tersebut, saya membaca diantaranya paragraf-paragraf sebagai berikut: ”ada dua hal yang paling penting dalam mempersiapkan diri untuk sukses yaitu: pertama, going the extra miles, atau terjemahan bebasnya di situ ditulis ”tidak menyerah dengan rata-rata”. Kalau orang belajar 1 jam, dia akan belajar 5 jam; kalau orang berlari 2 kilo, dia akan berlari 3 kilo; kalau orang menyerah di detik ke sepuluh, dia tidak akan menyerah sampai detik 20. Selalu berusaha meningkatkan diri lebih dari orang biasa. Itulah budaya going the extra miles. Kedua, tidak pernah mengizinkan diri kalian dipengaruhi oleh unsur di luar diri kalian. Oleh siapa pun, apa pun dan suasana bagaimana pun. Kalian lah yang berkuasa terhadap diri kalian sendiri, jangan serahkan kekuasaan kepada orang lain. Kalian punya pilihan di lapisan diri kalian paling dalam, dan itu tidak ada hubungannya dengan pengaruh luar”.

Membaca satu halaman tersebut membuat saya semakin bernafsu ingin langsung melahap halaman demi halaman dari buku itu. Hmm, tampaknya akhir minggu ini insyaALLAh akan dihabiskan dengan membaca novel baru ini nih:).

Dan dalam kesempatan ini, saya ingin mengucapkan Terima Kasih yang sebesar-besarnya kepada Pak Agus Sukarno Suryatmojo atas Cinderamata nya dan kepada Sabai nan Aluih atas pilihan novel yang diberikan. Semoga ALLAH memberikan balasan yang sebaik-baiknya kepada beliau berdua. Dan semoga cinderamata ini semakin mempererat ikatan persahabatan dan persaudaraan diantara kita semua, amiin.


Wednesday, October 21, 2009

Menyusuri Jalan Kenangan - Blok # 2, Selesai.

Aku terus melangkah dengan sangat pelan dan sesekali berhenti, mencoba melihat sekeliling, apa saja yang berbeda dengan suasana pada saat dulu aku melewati jalan itu. Dan ternyata sudah banyak sekali yg berubah. Seperti kata Pak Guskar, sekarang sudah ada flyover, jadi kemacetan sudah jauh sekali berkurang dibandingkan dulu, sudah ada pagar yang membatasi antara jalan dengan bangunan Cempaka Mas, dan sudah banyak terdapat rumput-rumput liar di sepanjang jalan itu.

Namun ternyata masih ada beberapa yang tidak berubah yaitu masih banyak anak jalanan yang hilir mudik, dan beberapa orang pemungut sampah yang tengah duduk karena kelelahan, serta lalu lalang para pengunjung Cempaka Mas dengan mobil-mobil mewah mereka. Sungguh sebuah pemandangan yang memilukan buat aku. Diantara lalu lalang mobil mewah itu masih ada anak jalanan yang mencari makan di kotak-kotak makanan sisa, dan begitu banyak juga para pemulung sampah yang harus menahan rasa lapar karena belum dapat uang untuk beli makanan.

Dari sekian banyak hal yang telah berubah, tentunya bagiku satu yang sangat membedakan suasana jalan itu antara dahulu dan sekarang yaitu: dulu saat aku berjalan di situ masih ada dia di sampingku, namun kini aku berjalan sendiri dengan segala rasa yang telah menepi, yah mungkin saja karena rasa itu telah lelah menanti sesuatu yang tak kunjung nyata, sehingga akhirnya ia pun menyerah dan kemudian memutuskan untuk menghentikan langkah-langkah asa dan mimpinya...

Di tengah-tengah ”keautisan” ku menikmati kenangan masa lalu itu, dari jarak beberapa meter aku melihat ada yg sedang memperhatikanku dengan seksama. Dipandanginya aku dari kejauhan sambil mengusap keningnya. Dalam hati aku bilang: ”nih orang kenapa yah kok memandangi aku seperti itu?”, seperti ada yang salah dengan diriku, apakah aku seperti orang yg sedang kebingungan???, ataukah wajahku saat itu memang memperlihatkan seseorang yg sedang mengenang masa lalu?. ”Ah rasanya tak mungkin orang itu tahu tentang apa yg ada di dalam hatiku saat ini, memangnya dia peramal apa!”, kata hatiku.

Lalu setelah aku sampai di dekatnya dia langsung bertanya: ”mau kemana Nak?” sapanya dengan ramah dan penuh tanda tanya, ”ooh tidak, saya hanya sedang berjalan-jalan saja pak” jawabku singkat ditambah seulas senyuman. ”Bapak sudah makan?” tanyaku kepada bapak yang ada di hadapanku itu. ”waah boro-boro makan Nak, nih sampah-sampah yg saya kumpul dari tadi juga belum dijual” katanya dengan sedikit lemas namun tetap dengan senyumannya yang memancarkan ketegaran.

Tampak sekali rona keletihan pada raut muka bapak itu, wajahnya yang telah tampak tua dan renta saat itu basah bermandikan keringat, menunjukkan telah begitu jauh perjalanan nya di hari itu. Tubuhnya yang kurus dan coklat, serta tulang-tulang yang bermunculan menunjukkan betapa telah begitu panjang dan berlikunya cerita hidup yang telah dia lalui. Namun sorot matanya tidak pernah sedikitpun memperlihatkan keputusasaan dan kelemahan. Meski baru bertemu untuk pertama kalinya, tetapi buatku bapak ini adalah sosok manusia yang penuh dengan optimisme dan sangat mandiri. Di sebelah tempat ia duduk, terdapat satu karung besar yang berisikan sampah-sampah plastik yang siap untuk dijual.

Seketika itu juga entah kenapa langsung terbayang olehku sesosok wajah yang kini telah tiada, seorang Bapak yang telah menjadi jalan kehadiranku di dunia ini, hiks. Kucoba menahan bulir-bulir bening di ujung mata yang sudah mendesak ingin berhamburan keluar, aku tahan dengan sekuat tenaga agar tak dilihat oleh bapak itu. Beberapa saat kemudian aku sodorkan kepadanya selembar uang yang aku fikir lebih dari cukup untuk makan Bapak itu.

”Ini untuk Bapak”, kataku sambil tetap menahan bendungan di mataku. Lalu beliau pun menolak dan bilang: ”tidak usah Nak, terima kasih, nanti saya tunggu semua sampah-sampah ini laku saja”. Lalu aku pun bilang: ”iya, tapi saya tetap ingin memberikan ini untuk Bapak” kataku sambil terus menyodorkan tanganku padanya. Lalu dengan sedikit ragu beliau menerima sodoran tanganku sambil berujar lirih: ”saya terima ya Nak, tapi bukan saya yang minta sama anak loh ya”, katanya dengan suara yang mengandung nada kekhawatiran. ”iya saya tahu, ini kan saya sendiri yang ingin memberikannya pada Bapak, jadi memang bukan Bapak yg memintanya” sambung ku dengan senyuman terbaikku. Lalu beliau pun tersenyum sambil berucap: ”terima kasih banyak Nak, semoga ALLAH memurahkan rizkimu ya”, ”terima kasih kembali pak, amiin, mari pak”, kataku sambil berlalu meninggalkan Bapak itu.

Setelah berlalu dari bapak itu, aku biarkan bulir-bulir bening di mataku mengalir, dan setelah itu rasanya kerinduan kepada ayah tercinta bisa sedikit terobati. Yah meski hanya sedikit dari lautan rindu yang tak bertepi. Biarlah hanya ALLAH yang akan menyampaikan rinduku padanya, dan cukuplah kepada ALLAH kugantungkan harapan agar kerinduan tuk berjumpa dengannya menjadi sebuah kenyataan...

Subhanallah, bapak tadi adalah salah satu contoh orang yang sangat menjaga dari sikap meminta-minta demi sebuah kehormatan dan martabatnya. Yah itulah contoh manusia yg memiliki harga diri meskipun dia hidup berbalutkan kekurangan dan kemiskinan. Betapa beliau takut dicap telah meminta sesuatu yang bisa dia cari dengan usaha dan jerih payahnya sendiri. Walaupun mungkin hasil yg bisa diperoleh tidak seberapa, tetapi buat orang-orang seperti Bapak itu harga diri adalah sesuatu yang harus dijaga dan dipertahankan sepanjang hayat masih dikandung badan.

Alhamdulillah, betapa berharga pengalaman di hari itu, terima kasih ALLAH. Jalan Kenangan itu terasa semakin indah dalam hatiku, karena menjadi jalan pertemuanku dengan seorang Bapak semulia beliau...


By risantchan di jalan kenangan...


Saturday, October 17, 2009

Menyusuri Jalan Kenangan - Bag # 1

Siang itu (5 hari yang lalu tepatnya, dan di hari Selasa lebih detilnya), setelah nongkrong sebentar di salah satu toko buku di Cempaka Mas *caelah istilahnya nongkrong coy*:), aku kemudian berjalan mengikuti kemana langkah-langkah kaki ini akan menapak *hihihihi puitis beneeer*. Nah ketika aku sampai di perempatan simpang coca cola, aku lantas berhenti, entah mengapa aku bingung akan kemana melangkah, seperti enggan untuk melanjutkan perjalanan pulang ke kosan, sehingga akhirnya aku palingkan wajah ku ke sebelah kiri dari tempat aku berdiri.

Saat itu aku sedang berdiri di depan Cempaka Mas sambil menghadap lurus ke arah Pulogadung. Setelah berpaling ke arah kiri, nampaklah olehku sebuah jalan, ”jalan kenangan”. Cerita di balik jalan itu kini telah usai tentunya. Telah menjadi sebuah cerita masa lalu, telah masuk dalam gudang-gudang penyimpanan memori dan tak akan pernah bisa aku ambil lagi keculai DIA yang menghendaki aku untuk meraih kembali bagian dari masa lalu itu di ranah masa depan.

Kemudian aku putuskan untuk melangkah menyusuri jalan kenangan itu, mencoba menghadirkan kembali ”rasa” yang dulu pernah aku miliki saat berjalan bersamanya di sana, tapiii ternyata tak bisa. Meski hanya sekedar ingin merasakan saja ”rasa” yg dulu pernah hadir sebagaimana adanya, tetap tak bisa. Ternyata segala hal yang telah kita kubur dan telah kita ikhlaskan menjadi bagian dari masa lalu benar-benar akan menghilang yah, menghilang dari waktu yang kita miliki saat ini, menghilang dari rasa, dan menghilang dari keberadaannya di dalam ranah memori kekinian kita. Cerita itu telah tersimpan dengan sangat rapi di dalam kotak-kotak memori. Kita memang bisa menghadirkan kembali rasa masa lalu itu namun tetap dengan keberadaan raga kita di masa kini, jadi bagaimana pun, rasa nya pasti akan berbeda. *Ternyata saya lemot yah dalam mengambil pembelajaran tentang kehidupan, hiks*.

Ketika kita berjalan di masa kini dan mencoba menempatkan diri di ranah masa lalu, maka tidak akan pernah berhasil, karena masa kini adalah masa kini dengan segala eksistensi dan kekiniannya, dan masa lalu itu telah berlalu dengan segala cerita dan kenangan terdahulunya. Mencoba menghadirkan kembali kenangan masa lalu, mungkin bisa saja, tetapi tetap dengan nuansa kekinian yang ada, yang nyata di depan mata kita. Sama seperti kita yang mencoba membayangkan masa depan dalam ranah masa kini, pun tidak akan pernah bisa melahirkan keadaan ”rasa” yang sesungguhnya yang mungkin nanti akan terjadi bila itu benar-benar terjadi. Bisa jadi lebih dari yg kita bayangkan atau mungkin jauh dibawah ekspektasi kita.

Jadi yang paling berharga yang kita miliki adalah masa sekarang ini lah, karena itu harus kita syukuri, dan biarkanlah masa lalu itu bersemayam di dalam lemari memori penyimpanan, yang berdinding bening dan telah terkunci dengan sangat rapat, yang bisa kita lihat kapan pun bila kita mau dan ingin belajar darinya, tapi tetap tak bisa kita buka lagi, karena kunci nya telah tertelan dan dibawa oleh sang waktu yg takkan pernah kembali...


By risantchan di jalan kenangan...


Wednesday, October 14, 2009

Kata Terurai Jadi Laku

Kulitnya hitam. Wajahnya jelek. Usianya tua. Waktu pertama kali masuk ke rumah wanita itu, hampir saja ia percaya kalau ia berada di rumah hantu. Lelaki kaya dan tampan itu sejenak ragu kembali. Sanggupkah ia menjalani keputusannya? Tapi ia segera kembali pada tekatnya. Ia sudah memutuskan untuk menikahi dan mencintai perempuan itu. Apapun resikonya.

Suatu saat perempuan itu berkata padanya, " Ini emas-emasku yang sudah lama kutabung, pakailah ini untuk mencari wanita idamanmu, aku hanya membutuhkan status bahwa aku pernah menikah dan menjadi seorang istri." Tapi lelaki itu malah menjawab, " Aku sudah memutuskan untuk mencintaimu. Aku takkan menikah lagi."

Semua orang terheran-heran. Keluarga itu tetap utuh sepanjang hidup mereka. Bahkan mereka kemudian dikaruniai anak-anak dengan kecantikan dan ketampanan yang luar biasa. Bertahun-tahun kemudian orang-orang menanyakan rahasia ini kepadanya. Lelaki itu menjawab enteng, " Aku memutuskan untuk mencintainya. Aku berusaha melakukan yang terbaik. Tapi perempuan itu melakukan semua kebaikan yang bisa ia lakukan untukku. Sampai aku bahkan tak pernah merasakan kulit hitam dan wajah jeleknya dalam kesadaranku. Yang kurasakan adalah kenyamanan jiwa yang melupakan aku pada fisik."

Begitulah cinta ketika ia terurai jadi laku. Ukuran integritas cinta adalah ketika ia bersemi dalam hati…terkembang dalam kata….terurai dalam laku… Kalau hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak berdaya. Kalau hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai kepalsuan dan tidak nyata… Kalau cinta sudah terurai jadi laku, cinta itu sempurna seperti pohon; akarnya terhujam dalam hati, batangnya tegak dalam kata, buahnya menjumbai dalam laku. Persis seperti iman, terpatri dalam hati, terucap dalam lisan, dan dibuktikan oleh amal.

Semakin dalam kita merenungi makna cinta, semakn kita temukan fakta besar ini, bahwa cinta kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas. Karena cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus menampak setiap saat sepanjang kebersamaan.

Rahasia dari sebuah hubungan yang sukses bertahan dalam waktu lama adalah pembuktian cinta terus menerus. Yang dilakukan para pencinta sejati disini adalah memberi tanpa henti. Hubungan bertahan lama bukan karena perasaan cinta yang bersemi dalam hati, tapi karena kebaikan tiada henti yang dihasilkan oleh perasaan cinta itu. Seperti lelaki itu, yang terus membahagiakan istrinya, begitu ia memutuskan untuk mencintainya. Dan istrinya, yang terus menerus melahirkan kebajikan dari cinta tanpa henti. Cinta yang tidak terurai jadi laku adalah jawaban atas angka-angka perceraian yang semakin menganga lebar dalam masyarakat kita.

Tidak mudah memang menemukan cinta yang ini. Tapi harus begitulah cinta, seperti kata Imam Syafii:
Kalau sudah pasti ada cinta di sisimu
Semua kan jadi enteng
Dan semua yang ada di atas tanah
Hanyalah tanah jua.


Oleh : Ust. Anis Matta


=====================================================================================

Maaf jika mungkin sebagian besar sahabat sudah pernah membaca tulisan di atas, karena memang tulisan tersebut juga saya dapatkan dari hasil browsing saya beberapa tahun yg lalu. Yah mudah2an tetap ada manfaat yang bisa diambil.

Entah kenapa sore ini saya iseng membuka file-file lama di folder pribadi saya. Ada banyak file yang saya temukan di sana, yang dulu pernah saya save ketika sedang browsing, dan ternyata semua masih saya simpan. Dulu ternyata saya hanya save aja dan belum sempat dibaca. Hingga kemudian saya temukan satu tulisan dari Ust. Anis Matta di atas, dan ketika saya baca, subhanallah dalam sekali maknanya. Terus jadi teringat sahabat2 blogger deh:), mungkin ada yg belum pernah membaca tulisan ini, karena saya fikir tulisan Ust.Anis Matta tuh bagus2 dan penuh dengan pembelajaran hidup. Semoga bermanfaat.


Sunday, October 11, 2009

Ikuti Saja Iramanya...

Ikuti saja iramanya...Bila hati ingin menangis, ya menangis lah meski mungkin orang akan mengatakan dirimu cengeng, tak perlu kau dengarkan mereka, ikuti saja kata hatimu selama itu tidak mengganggu mereka. Saat hati ingin tersenyum, ya tersenyumlah, bahkan tertawalah, asalkan jangan sampai membangunkan anjing tetangga, cukup tertawa sekedar saja maksudnya...

Namun jika hatimu sedang bingung, tak tahu apa nak dirasa, hati-hatilah jangan sampai kau melangkah dalam lorong gelap, karena nanti akan meninggalkan jejak-jejak kelabu di hamparan tanah hatimu...Jika seperti itu, biarkanlah hati itu berhenti sejenak, berikan dia waktu untuk merenung, berfikir, menimbang-nimbang, bertanya pada PEMILIKnya, sehingga nanti dia akan kembali kepadamu dengan semangat baru dan dengan kekuatan baja untuk melangkah melanjutkan sisa perjalanan...

Hidup ini memang tidak selamanya terang benderang, ada saatnya kita melalui lorong yang sangat gelap atau mungkin sekedar mendung yang menghampiri sang bumi. Namun meski mendung atau gelap itu menghampiri hidup kita, tak perlu resah atau berputus asa. Karena ada DIA yang maha PERKASA, yang akan mempergilirkan terang dan gelap, mendung dan cerah serta memasukkan siang kepada malam, dan begitu seterusnya...

Pergantian suasana terang dan gelap itu justru yang akan membuat dunia ini lebih berwarna, dan yang akan menjadikan kita jauh lebih kuat dan tegar menghadapi ruang dan lorong-lorong panjang yang mungkin akan jauh lebih gelap. Sabar dan ikhlas adalah kuncinya, itu kata ustadz tetangga...

*berbicara itu memang lebih mudah*...Tapi setidaknya dengan berbicara (baca:menulis) semoga bisa memotivasi diri untuk bertindak positif di setiap penggalan kisah hidup kita. Karena menulis juga bagian dari cara kita untuk mencurahkan setiap hal yang dirasa, serta bagian dari cara diri kita untuk menasehati jiwa yang sedang melemah. Jadi, ikuti saja iramanya...


Monday, October 05, 2009

Apakah Ada Bedanya

Apakah ada bedanya hanya diam menunggu
Dengan memburu bayang-bayang, sama-sama kosong

Apakah ada bedanya bila mata terpejam
Fikiran jauh mengembara menembus batas langit

*penggalan-penggalan lagu dari Ebiet G Ade
=====================================================================================

Di sana kau menunggu,
di sini aku memburu bayang-bayang
....................................................
Saat ini aku hanya ingin berdiam
mencoba merenung dalam kesendirian
tengok kembali jejak-jejak dari perjalanan
mungkin ada petunjuk arah yang terabaikan

keyakinan terbentur dengan realita kehidupan
Asa dan mimpi seakan menghilang ditelan keegoan
.................................................................
Coba melangkah dalam keraguan, tak bisa
Coba berjalan dalam ketakutan, pun sama
Coba tersenyum dalam kehampaan, aneh rasanya
Yang tersisa hanya rindu dan sunyi yang mendera
................................................................
Semoga DIA membuang jauh keraguan
Dan membukakan jalan keyakinan
Meski saat ini aku hanya ingin diam dalam kesunyian
Hanya itu kawan...

Monday, September 28, 2009

Betapa Ku Rindu Pada MU…

Ya Rabbi….

Ketika hatiku resah pada Mu ku mengadu
Ketika ku ragu pada Mu ku mohon petunjuk
Saat ku berduka, Kau hibur aku dengan berjuta rahmat Mu
Saat ku berputus asa, Kau alirkan samudera harapan dalam hatiku

Kala ku dalam bahaya, Kau yang melindungi
Kala ku merasa lemah, Kau kuatkan dengan CINTA MU
Dan ketika ku merasa sendiri...
Kau hadirkan sahabat-sahabat terbaik dalam hidupku

Untuk semuanya ini terima kasih ya Rabb…
Betapa ku mencintai Mu
Betapa ku rindu berjumpa dengan Mu…

==========================================================

Coretan sederhana itu ditulis sekitar lima tahun yang lalu, tidak lama setelah aku sempat tersesat pada suatu malam di rimba Jakarta seorang diri. Duh masih terbayang betapa pada saat itu aku sangat ketakutan dan bahkan mungkin hampir menangis (duh cengeng yah). Tapi Alhamdulillah pd saat itu datang lah seorang ukhti menghampiri, dia menyalamiku dengan erat dan menguatkan langkah ku. Alhamdulillah akhirnya aku bisa kembali berfikir dan mencari alamat yang sedang aku tuju…Dan saat itu aku memandang tempat tersebut sebagai sebuah tempat yg sangat menyeramkan, dan tak ingin sedikitpun berada di tempat itu.

Tapi tahukah sahabat bahwa tempat dimana aku dulu pernah tersesat tersebut saat ini menjadi tempat untuk aku pulang setiap harinya. Misterius yah hidup itu. Dari situ aku jadi belajar bahwa suatu saat di dalam hidup mungkin saja kita akan tersesat atau mungkin pernah membenci sesuatu, tetapi ingat boleh jadi sesuatu yang saat ini tidak kita sukai atau hindari, suatu saat di masa depan hal itulah yang akan menemani hari-hari kita, dan begitu pun sebaliknya.


Saturday, September 26, 2009

Kapan Ya Kita Akan Berjumpa ?

Bila rindu itu menyapa, terkadang aku bertanya kapan ya kita akan berjumpa? Mungkinkah perjumpaan itu akan menjadi nyata ataukah suatu saat itu hanya akan menjadi sebuah mimpi yang tak berarti. Entahlah, pengalaman masa lalu terkadang membuat diri ini tak ingin berharap terlalu jauh, karena tak mau ada lagi luka yg menghampiri dan menghuni relung-relung hati. Meski aku tahu sebenarnya luka juga bagian dari warna yang akan membuat hidup ini lebih bermakna.

Perjumpaan itu memang hanya akan terjadi kalau DIA menghendaki, kalau memang telah tertulis dalam Catatan NYA. Dan tugas manusia adalah berusaha agar goresan tulisan itu mewujud menjadi nyata. Dalam keseharian, hidup kita memang selalu diselimuti dengan berbagai misteri, tak terduga dan penuh dengan kejutan-kejutan. Dan bisa mengenal mu adalah sebuah anugerah, meski aku tak pernah tahu mungkinkah aku akan bisa berjumpa denganmu atau tidak.

Aku selalu berdoa, bila engkau adalah belahan jiwa yang akan melengkapi hidupku dan menggenapkan separuh agamaku, aku mohon padaNYA agar kita bisa dipertemukan dengan cara yang disukai oleh NYA, sehingga akan melahirkan keberkahan di sepanjang sisa usia kita. Namun bila ternyata tidak ada tulisan takdir bagi kita untuk bisa berjumpa dan melalui hari dalam kebersamaan, maka aku juga memohon agar masing-masing kita segera dipertemukan sengan seseorang yang terbaik untuk diri kita dalam pandangan NYA. Dan semoga kita bisa ikhlas untuk setiap hal yang pernah kita rasa.

Thursday, September 17, 2009

Untuk Ibu Ayah Tercinta…

Ibu,kau adalah sosok pahlawan terkuat yang pernah ku punya
Kau berjuang untuk anak2 mu meski harus berkorban jiwa & raga
Kau ajarkan kami semangat pantang menyerah di setiap kondisi yg ada
Kau katakan bahwa keikhlasan & kesabaran adl senjata terkuat bagi kita

Ayah, masa-masa itu takkan pernah hiang sedikitpun dari ingatanku
Masa kecil dulu,kau peluk aku,kau cium aku dan kau belai lembut rambutku
Kau bawa aku kemanapun kau pergi, kau dekap aku di setiap rasa takut ku
Dan kau pernah bilang bahwa aku akan tetap sll menjadi matahari untukmu…

Ayah Ibu,sekian tahun telah berlalu sejak aku tak lagi bersama
Karena aku harus pergi meninggalkan semua demi satu cita-cita
Kini kalian telah berpulang meninggalkan kenangan yg masih tersisa
Semua memori indah itu akan selalu hidup di setiap nafas dan rasa

Doa-doa pengharapan tak lupa selalu kupanjatkan untuk ibu dan ayah
Bila nafas2 rindu itu menyapa maka akan kusampaikan melalui NYA
Semoga ayah & ibu selalu berada di tempat terindah di alam sana
Hingga nanti kita diizinkan tuk bersua kembali di Jannah NYA
INSYAALLAH, Amiiin…

Duhai ALLAH, mohon sampaikan rasa rindu ku untuk ibu ayah tercinta…

Monday, September 14, 2009

Biarkan Sejenak Aku Bermimpi…

Aku ingin mengenalmu lebih dekat, begitu kan istilah yg lebih tepat?;)
Entahlah kekuatan apa yang membuat aku berani untuk memulai membuka sebuah tanda tanya besar ini...Namun yang pasti tentu saja semua ini kulakukan setelah aku bertanya kepada Tuhanku. Dan dari hasil proses bertanyaku kepada NYA, kemudian aku putuskan bahwa aku harus memulai…Meski terkadang aku pun bingung harus memulai dari mana, tapi yang jelas memulai itu biasanya pasti dari awal, iya kan :).

Terkadang ku berfikir apakah perjalanan memang tak akan pernah berhenti untuk bisa sampai ke muara cinta sejati...Bila memang kita harus terus berjalan, aku ingin selalu ada di sampingmu...merenda hari-hari, merangkai cerita, melalui indahnya suka dan bersabar dalam episode duka...Tak masalah seberat apapun badai yg mungkin harus dihadapi, asalkan selalu berpegang kepada tali CINTA NYA dan kulalui bersama mu, insyaALLAH aku akan tetap tegar menghadapinya...Tapi mungkin terlalu dini ya untuk bermimpi sejauh itu...

Yah mungkin untuk saat ini aku baru hanya bisa bermimpi, bermimpi bisa mengenalmu lebih dekat, bermimpi tuk menjadi bagian dari hidupmu, bermimpi bisa merenda hari bersamamu, dan bermimpi bisa menutup perjalanan hidup ini menemui Kekasih Sejati dalam pelukanmu …Dan saat ini biarkan sejenak aku bermimpi…


Sepi itu Tak Mau Pergi...

Kenapa ya malam ini terasa begitu sepi
Tidak seperti malam2 kemarin yg telah terlewati
Entah apa yg sedang bersembunyi di bilik2 hati
Semuanya seakan bungkam dan tak mau peduli

Kucoba pandangi langit malam seperti yg biasa kulakukan
Bila sepi itu datang membawa awan kelabu di cakrawala hati
Namun kali ini cara itu tak mampu mengusir sepi
Tetap saja mendung di hati ini tak mau pergi

Yah bagiku kesendirian memang bukan lagi hal yg aneh
Bertahun-tahun kehidupan harus aku jalani sendiri
Mungkin yg aku butuhkan hanyalah berdamai dengan keadaan
Karena aku percaya setiap musim akan selalu datang dan pergi

Aku ingin kau datang…

Friday, September 11, 2009

Senyuman itu Membuat Hatiku Berbunga-bunga

Dua hari yang lalu ketika aku sedang berjalan menuju halte Transjakarta hendak berangkat ke kantor, aku bertemu dengan seseorang yang mampu membuat hatiku berbunga-bunga :). Tak pernah menyangka bahwa aku akan berjumpa dengannya. Pagi itu, dari kejauhan tampak oleh ku seseorang sedang berjalan sendiri. Aku pandangi wajahnya yang berseri, dari waktu pertama aku melihatnya, tak sedikitpun aku menoleh berpaling dari wajah itu...

Jarak antara aku dengan nya semakin dekat, sehingga semakin nyata lah olehku wajah manis itu, terus dan terus kutatap wajahnya hingga dia akhirnya menyadari bahwa sedari tadi aku sedang memperhatikan dirinya. Dan saat itu juga aku berikan senyuman terbaikku untuknya, lalu dia pun berlari-lari kecil tersipu malu dan tersenyum dengan manisnya sambil terus melihat padaku. Duuuuh, manis sekali senyuman itu sehingga mampu membuat hatiku berbunga-bunga :). Dan masih sambil terus memperhatikan langkah-langkah kecilnya tanpa sadar aku pun berucap: ”ya ALLAH andai dia adalah anakku, tentu akan kupeluk dia dengan erat dan kuciumi wajahnya yang polos dan berseri”:). *mupeng mode on*

Itulah peristiwa dua hari yang lalu, pertemuan dengan seorang anak kecil, mungkin umurnya sekitar empat atau lima tahun lah, memakai seragam TK. Pertemuan di pagi itu membuat ku semakin percaya terhadap apa yang sering dikatakan oleh teman-teman sekantor, bahwa setelah mereka memiliki anak, rasanya setiap saat selalu kangen ingin pulang, tak sabar ingin bersua dengan buah hati terkasih. Mereka bilang, betapapun lelahnya karena seharian bekerja di kantor, tetapi bila telah sampai di rumah dan melihat senyuman dari wajah-wajah imut dan lucu itu membuat semua kepenatan hilang tak berbekas. Senyuman polos dan penuh ketulusan itu mampu membuat diri ini lupa akan beban hidup yang seakan tak pernah berhenti menyapa.

Anak-anak memang sumber kebahagiaan, sumber inspirasi dan semangat bagi orang tua, tatapan matanya yang masih murni memberikan pelajaran berarti bagi kita-kita bahwa semestinya hidup ini mampu kita sikapi dengan rileks seperti anak kecil yang tak pernah merisaukan berbagai persoalan hidup. Buat mereka permasalahan hidup itu hanya berlaku on the spot, dengan kata lain hanya pada saat terjadi peristiwa tersebut, tidak dibawa-bawa hingga terkadang membuat makan jadi tak enak, tidur pun jadi tak nyenyak. Padahal coba kita bisa bersikap seperti anak kecil itu ya, mungkin hidup ini tidak akan terasa berat-berat amat. Marilah kita sama-sama belajar dari sikap anak kecil itu.


Monday, September 07, 2009

Cemburu itu...

Pernahkah anda merasa cemburu?, ya pastinya pernah dooong, dan apa itu rasa cemburu?, entahlah saya pun tak begitu bisa memberikan deskripsi secara ilmiah mengenai rasa ini. Namun yang pasti cemburu itu bagian dari rasa diantara beragam rasa yang dimiliki manusia...Dan apakah itu sebuah kebaikan atau keburukan?. Hmm, bisa jadi baik dan bisa juga buruk, pastinya tergantung dari apa yang tengah dicemburui...

Terkadang cemburu deh melihat orang yang sangat rajin beribadah, di lain waktu lagi suka cemburu melihat orang yg begitu semangat dalam bekerja, atau mungkin pernah juga cemburu bila melihat seseorang yg disayang sedang bersama orang lain...

Lalu apa efek dari rasa cemburu??. Kalau di kehidupan nyata cemburu terkadang membuat manusia sampai gelap mata, disebabkan cemburu terkadang kawan bisa menjadi lawan, dan karena rasa cemburu pun terkadang rasa sayang berubah jadi benci...Namun yang paling oke adalah ketika rasa cemburu kepada ALLAH menyebabkan kita semakin getol dalam beribadah.

Kalau dalam konteks hubungan dengan sesama manusia, saya suka bertanya di dalam hati, kenapa harus muncul rasa ini?? Lalu apa yang harus dilakukan bila rasa ini datang?. Haruskah kita bunuh rasa itu, kita biarkan saja begitu adanya atau bagaimana?? Bukankah cemburu itu sangat manusiawi?? Ada lagi yang bilang cemburu itu muncul karena adanya rasa cinta, entahlah...Sedang mencoba memaknai dan menyikapi rasa cemburu secara positif, meski tidak mudah ternyata.


Sunday, September 06, 2009

Purnama 17 Ramadhan

Dari bumi yang kotor dan hina
Kutatap wajah purnama
Purnama 17 Ramadhan
Pancarkan cahya kelembutan

Bumi berteman ‘kan rembulan
Rembulan 17 Ramadhan
Mengiringi kegelisahan insan
Yang tengah mendamba keampunan

Ooh purnama, satu wujud kesempurnaan
Cerminan kebesaran dan keagungan
Dari Pemilik segala bentuk dan keindahan
Termanifes dalam beragam ciptaan

Duhai Kekasih Sejati
Pemberi Cinta tiada bertepi
Pencurah Kasih pasti abadi
Sudilah Kau pandang diri ini

Raga yang berlumur noda
Jiwa nan penuh dosa
Datang membawa asa
Menuju Mu Duhai Yang Kuasa

Telah kuuntai bait-bait doa pengharapan
Semoga Kau ridho untuk semua amalan
Memandikanku dalam lautan ampunan
Menyambut fajar di 17 Ramadhan


* By risantchan: Ditulis dibawah cahya purnama 17 Ramadhan


Saturday, September 05, 2009

Mencantumkan Sumber Bacaan di dalam Tulisan

Di dalam membuat sebuah tulisan ada baiknya (atau sebuah keharusan??) kita mencantumkan sumber bacaan di dalam setiap tulisan tersebut bila itu bukan berasal dari hasil karya, ide atau pendapat pribadi kita. Hal ini untuk memberikan keyakinan kepada para pembaca bahwa apa yang ditulis itu adalah benar adanya. Selain itu pencantuman sumber bacaan juga mencerminkan satu bentuk tanggung jawab kita terhadap isi tulisan. Jika tulisan tersebut berisi tentang fakta-fakta, maka pencantuman sumber bacaan menghindari kita dari dugaan omong kosong belaka.

Terkadang ketika seseorang membaca tulisan tentang sebuah fakta atau tips ataupun kejadian tertentu, mungkin seseorang tersebut akan bertanya di dalam hati: ” ini benar apa tidak ya?, atau informasi ini dapat dipercaya tidak ya?”, kalau benar si penulis ini mengambil data-data ini dari mana?, apakah dari pengalaman pribadi atau dari cerita orang atau dari mana?. Banyak memang yang sudah mencantumkan bahwa itu adalah pengalaman pribadi atau berasal dari tulisan seseorang, namun tidak sedikit juga yang sama sekali belum menuliskan sumber bacaannya. Nah jika seperti ini, pasti orang yang sedang membaca itu akan sedikit meragukan kebenaran data dan fakta yang ditulis di dalam tulisan tersebut. Tentu saja dia tidak berniat untuk berburuk sangka atau sama sekali tidak percaya terhadap apa-apa yang telah ditulis, tetapi hanya sebuah bentuk keingintahuan dan memberikan keyakinan pada diri sendiri bahwa informasi yang tengah dibaca itu adalah benar adanya.

Sebenarnya sekilas sebuah tulisan bisa kita bedakan secara jelas mana yang merupakan pandangan pribadi seseorang dan mana yang merupakan teori atau mana yang merupakan hasil dari penelitian dan observasi. Nah yang menjadi masalah adalah ketika tulisan itu berisi tentang sebuah fakta atau penelitian, namun di dalam tulisan tersebut sama sekali tidak dicantumkan asal usul informasi atau pendapat yang ditulisnya.

Dalam dunia kerja saya di bidang audit, ada satu sikap yang harus dimiliki oleh seorang auditor yang disebut dengan istilah professional skepticism, yaitu suatu sikap profesional yang mengharuskan auditor untuk tidak boleh percaya begitu saja (skeptis) terhadap suatu hal baik itu berupa pernyataan, tulisan dan yang lainnya tanpa ada bukti/dokumen yang menyertainya. Jadi ketika si klien mengatakan A, maka auditor tidak boleh percaya begitu saja sebelum ada bukti yang mendukung terhadap pernyataan tersebut. Kalau bahasa gaulnya mungkin seperti ini: ”ah masa iya sih seperti itu, apa buktinya?” :).

Nah di dalam dunia tulis menulis pun saya fikir hal ini juga berlaku meskipun profesi kita bukan sebagai penulis. Menurut saya ini juga bagian dari etika dalam menulis. Penulisan sumber bacaan adalah salah satu bentuk pemberian bukti tahap awal atas apa yang kita tulis, bahwa apa yang telah kita tulis tersebut adalah betul adanya. Dan yang paling penting adalah tulisan tersebut bukan merupakan penjiplakan ide atau gagasan orang lain. Semoga dengan pencantuman sumber bacaan di dalam setiap tulisan akan mendidik kita untuk menghargai karya-karya yang telah dihasilkan oleh orang lain.

Maaf jika ada yang tidak sependapat dan kurang berkenan.


Sumber: Pandangan Pribadi.

Sunday, August 30, 2009

Always Remember to Say : ”INSYAALLAH”...

InsyaALLAH memiliki arti ”jika Allah menghendaki”, kita mengucapkan kata itu ketika kita berencana akan melakukan sesuatu. Jadi sesuatu itu masih dalam proses rencana, artinya kita sama sekali tidak tahu apakah rencana itu akan benar-benar terlaksana ataukah pada akhirnya hanya akan menjadi sebuah bangkai rencana belaka. Karena manusia hanya bisa berencana, tetapi Allah jua lah yang menjadi penentu terlaksana atau tidaknya hal tersebut. Di sini saya ingin berbagi pengalaman saya terkait dengan sebuah kata ”INSYAALLAH”.

Saya selalu berusaha di dalam setiap langkah untuk senantiasa ingat akan satu kata itu, meski ternyata penyakit lupa atau entah kenapa terkadang saya lalai mengucapkan kata itu. Pernah terucap kata janji tanpa diiringi dengan INSYAALLAH, terlontar niat tanpa diselipkan di dalamnya INSYAALLAH, tergores mimpi tanpa dihiasi dengan INSYAALLAH, dan tertulis rencana tanpa disempurnakan dengan INSYAALLAH. Lalu, apa yang terjadi ketika saya lupa dalam mengucapkan satu kata itu???. Tunggu dulu!, sebelum menjawab pertanyaan itu saya akan berikan dua contoh tentang kekhilafan saya dengan tidak mengucapkan kata INSYAALLAH:

1. Di suatu malam ketika saya sedang pulang ke Serang, dan berniat akan kembali pulang ke Jakarta, ibu saya berkata: Ita, kamu pulang ke Jakarta besok subuh saja, sekarang kan sudah malam, ibu khawatir ada apa-apa di jalan. Lalu saya pun menjawab: Ibu, besok Ita ke kantornya harus pagi-pagi sekali, jadi tidak akan sempat kalau harus berangkat dari sini nya besok subuh. (Coba sahabat amati, kata apa yang kurang pada jawaban saya tersebut??).
2. Di kantor, manager saya mengatakan kepada saya seperti ini: Rita, kamu coba follow up tentang laporan audit dari klien yang akan direvisi yang saat ini belum kita terima, dan tolong besok kamu selesaikan semuanya yah!. Lalu saya pun menjawab: Baik Kang*, saya akan telfon klien dan besok akan saya selesaikan semuanya. (Coba sahabat amati, kata apa yang kurang pada jawaban saya tersebut??).

Pada kedua jawaban dalam cerita di atas, saya benar-benar lupa mengucapkan kata INSYAALLAH, lalu apa yang terjadi pada esok harinya??. Sebuah kenyataan yang benar-benar di luar dugaan saya. Semua niat dan rencana itu menjauh bagaikan debu yang tertiup oleh angin, hilang dan terbang tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Untuk cerita pertama, besoknya saya tidak masuk kantor karena sesuatu hal yang tidak bisa saya tinggalkan. Dan untuk cerita kedua, besoknya saya pun tidak bisa masuk kantor karena saya sakit. Dan hal seperti itu selalu saya alami ketika saya lalai mengucapkan kata INSYAALLAH di setiap untaian kata dan rencana saya. Namun dasar manusia, entah kenapa penyakit lupa itu seperti enggan menjauh dan pergi dari diri ini. Sehingga kisah itu selalu terulang kembali. Astaghfirullah...

Pada awalnya saya tidak begitu sadar akan kisah yang berulang itu, semua hanya lewat dan berlalu bagai suara tukang sate yang menjerit di tengah keramaian siang ketika perut sudah kenyang, dan hanya orang-orang yang lapar lah yang sangat menyadari kehadiran tukang sate itu. Atau bagaikan teriakan tukang es yang terdengar sayup sayup ketika dia berjalan di bawah rintik hujan, dijamin suaranya hanyalah selingan yang akan menambah dramatis nya makna kata mendung sehingga membuat suasana semakin dingin dan beku.

Tetapi Alhamdulillah, semakin lama kisah berulang itu terjadi, semakin saya sadar bahwa kata INSYAALLAH itu merupakan pelengkap bagi tekad yang telah terpatri, penyempurna bagi sebuah janji yang terucap. Dan akhirnya membuat saya benar-benar takut jika saya lupa untuk mengucapkan kata INSYAALLAH. Setelah beberapa pengalaman yang mampu saya rekam dalam benak saya, pada akhirnya saya memberikan makna bagi kata INSYAALLAH tersebut sebagai berikut:

1. merupakan satu bukti kelemahan dan ketidakberdayaan saya sebagai seorang hamba, yang hanya bisa berencana, namun tidak bisa memastikan apakah rencana tersebut bisa terwujud atau tidak;
2. adalah sebuah komitmen, di mana dengan pengucapan kata tersebut maka terikatlah diri ini dengan satu janji yang harus dipenuhi, bukan justru sebuah pembenaran atau excuse untuk membatalkan atau berpaling dari janji tersebut (sahabat pasti tidak asing lagi dengan kata-kata yang pernah diucapkan oleh sebagian besar dari kita: ”lah kan saya sudah bilang InsyaALLAH kemarin, makanya saya tidak datang”);
3. sebuah doa dan harap semoga ALLAH berkenan dan juga menghendaki akan terlaksananya rencana tersebut.

Entah lah apakah pengalaman seperti itu hanya terjadi pada diri saya. Apakah sahabat sekalian memiliki pengalaman yang sama yang berhubungan dengan satu kata itu?, mari berbagilah di sini, semoga setiap rangkaian cerita bisa menggugah kesadaran kita di setiap langkah untuk senantiasa mengingat dan mengucap kata INSYAALLAH, amiin.



Note, *= Di kantor saya, panggilan para junior kepada senior nya yaitu dengan menggunakan: Mba, Mas, Bang, Kang atau Kakak . Panggilan Bapak atau Ibu hanya digunakan untuk memanggil para ”suhu” Perusahaan :)

Saturday, August 29, 2009

Miss U All... :)

Alhamdulillaah Allah masih memberikan saya kesempatan untuk berjumpa lagi dengan sahabat sekalian, sehingga saya bisa kembali menulis di sini setelah beberapa hari kemarin menghilang dari dunia persilatan jagad maya ini, meski sebenarnya masih bisa mengintip-intip dari kejauhan siiiy. Tapi sekarang sudah dapat ”kebebasan” penuh untuk bisa aktif lagi di sini :).

Satu hal yang ingin saya sampaikan adalah I Miss Uuuuuuuuu Freeeeennnnnnssss...!!
Saya curiga sepertinya sahabat-sahabat blogger tuh pada memiliki ”pelet” yah, he he he, abis baru beberapa hari saja rasanya seperti sudah tak jumpa berbulan-bulan lamanya, kangeeeennnnnnn...

Kangen ingin bertegur sapa dengan sahabat, kangen ingin mengunjungi satu per satu dan tak sabar ingin segera bisa mendapatkan pencerahan dari tulisan-tulisan yang menyentuh dan menggugah jiwa. Dan tentunya juga kangen nak bersua dan bertegur sapa dengan seseorang di dunia maya ini:), *lah siapa tuh seseorang*...seseorang yang juga sedang memandang cakrawala dan berteriak dari kejauhan tuk menyampaikan harapan itu untukku...apakah hanya di cakrawala itu kita bisa bersua?... entahlah, hanya ALLAH yang maha tahu...Dan semoga hatimu bisa membaca rasa ini...

Semoga rasa kangen kepada sahabat-sahabat adalah satu bukti dari ikatan persaudaraan dan persahabatan yang telah terbangun di atas pondasi keimanan karena ALLAH. Dan berharap semoga ALLAH akan selalu mengikat dan menyatukan hati-hati kita di jalan NYA, amiin...

Wednesday, August 26, 2009

Hiatus...

Begitu banyak pilihan menu tersaji di atas meja makan, dan kalau kita menuruti hawa nafsu bisa saja semuanya kita santap sesuka hati kita dalam waktu yang bersamaan. Tetapi diantara sekian banyak pilihan menu tersebut, tetap kita harus menentukan pilihan menu mana yang akan menjadi prioritas kita untuk disantap. Kenapa?, ya karena tubuh kita memiliki keterbatasan kemampuan untuk bisa menyantap semua menu makanan tersebut secara bersamaan.

Begitu pula di dalam realitas hidup kita. Begitu banyak pilihan di atas meja makan kehidupan, tetapi tetap kita harus menentukan pilihan menu mana yang akan menjadi prioritas untuk kita jadikan santapan dalam waktu dekat. Karena sejatinya hidup itu sendiri kan terdiri atas pilihan-pilihan, dimana kita harus memilih apa-apa saja yang akan menjadi prioritas diantara sekian banyak pilihan yang ada. Karena toh kita juga tidak akan bisa mengambil semua pilihan tersebut dalam waktu yang bersamaan. Bahkan mungkin ada satu hal yang harus kita korbankan untuk bisa meraih hal lainnya yang jauh lebih baik dan bermanfaat untuk kehidupan kita. Di dalam ilmu ekonomi hal ini dikenal dengan nama opportunity cost.

Nah berkaitan dengan prioritas-prioritas tadi, sehubungan dengan satu dan lain hal maka saya memilih untuk HIATUS dulu dari kegiatan blogging. Mohon maaf jika ada sahabat yang berkunjung, tetapi tidak ada respon/kunjungan balik dari saya. Itu bukan karena saya sombong atau tidak tahu etika blogging, tetapi karena saya sedang HIATUS. Saya yakin sahabat semua bisa maklum, karena sahabat-sahabat blogger kan baik-baik semua, iya kaaann:)

Kalau ada sumur di ladang, jangan diintip orang yang mandi...
Kalau ada umur kita panjang, InsyaALLAH kita berjumpa lagi...
(Pantun nya agak ngarang nih he he...:))

Terima Kasih, Wassalam.

Saturday, August 22, 2009

Target di Bulan Ramadhan

Hari ini kita memasuki puasa hari kedua, bagaimana dengan target ramadhan di hari pertama kemarin sahabat?, terpenuhi kah??, semoga demikian adanya ya. Kali ini saya ingin sedikti menyinggung masalah yang terkait dengan target ibadah harian kita di bulan Ramadhan.

Mencoba flashback ke beberapa tahun ke belakang, sewaktu diri ini masih berstatus sebagai mahasiswa. Teringat kembali betapa masa ketika menjadi mahasiswa merupakan masa-masa penempaan diri, mulai dari melatih kemandirian karena mulai tinggal sendiri sebagai anak kos (dan hingga sekarang pun masih menjadi anak kos, habis belum ada yang berkenan memberi tumpangan siiy:), melatih keberanian seperti harus berani dan bahkan nekat pulang malam karena melakukan kegiatan di kampus atau mengerjakan tugas dari dosen, melatih rasa tanggung jawab karena setelah menjadi anak kos segala hal yang dilakukan harus bisa kita pertanggungjawabkan baik kepada orang tua maupun kepada ALLAH, sampai kepada melatih kedisiplinan dalam beribadah. Alhamdulillah ketika baru memasuki dunia mahasiswa saya bisa langsung berkenalan dengan saudara-saudara yang senantiasa mengajak kepada perbaikan diri. Sehingga saya tidak sempat merasakan menjadi anak bandel he he he, padahal katanya jadi anak bandel tuh banyak sukanya loh, betulkah seperti itu?, ayo bagi yang merasa pernah bandel bisa berbagi cerita di sini he he:).

Kenapa saya sedikti bercerita tentang dunia kampus?, padahal di awal kan saya mengatakan akan menyinggung masalah terkait dengan target ibadah harian di bulan Ramadhan. Alasannya adalah karena pertama kali saya mengetahui tentang target terkait dengan aktivitas ibadah khususnya ibadah di bulan ramadhan ya ketika saya berada di kampus. Di sana lah pertama kalinya saya diperkenalkan kepada kedisiplinan dalam beribadah, dan salah satu cara agar kita berdisiplin menjalankan ibadah ya dengan membuat target. Saya sangat bersyukur saat itu saya diperkenalkan dengan target ibadah, karena saya memang tipe orang yang kurang terbiasa melakukan evaluasi terhadap ibadah harian saya. Dan ketika saya diajarkan membuat target, hal tersebut berhasil memaksa (dalam arti positif) saya untuk mulai belajar mengevaluasi ibadah saya (meski sebenarnya cuma sedikit yang bisa dievaluasi:). Tentu saya tidak perlu menguraikan secara panjang lebar tentang apa itu target, karena saya yakin insyaALLAH sahabat semua sudah sangat memahaminya, iya kan?. Saya hanya ingin sedikit berbagi kenapa kita perlu membuat target ibadah khususnya di bulan Ramadhan.

Sudah kah sahabat sekalian membuat target ibadah selama bulan ramadhan ini?, yaitu sebuah target yang tertulis secara mendetail mulai dari kegiatan ibadah apa saja yang akan kita lakukan, seberapa banyak kita akan melakukannya (target kita), bagaimana realisasi target tersebut hari per hari, dan hingga akhirnya insyAllah nanti di akhir ramadhan kita melakukan evaluasi untuk kemudian menyimpulkan berapa persenkah pencapaian ibadah ramadhan kita dibanding dengan target yang sudah dibuat. Dan semuanya itu dibuat secara tertulis. Kemudian mungkin ada yang iseng bertanya, harus sedetail itukah?, padahal ini kan terkait dengan ibadah personal, bukan mengenai target penjualan di sebuah departemen atau bukan pula tentang budget di sebuah perusahaan besar. Jawaban nya adalah IYA harus sedetail itu, jika kita ingin kesempatan di ramadhan ini tidak berlalu dan menguap begitu saja.

Kenapa kita harus membuat target tersebut secara tertulis dan mendetail?, tidakkah cukup bila rencana ibadah tersebut sebatas tertulis di fikiran saja, lalu kemudian dijalankan hingga nanti ramadhan usai, lebih simple kan?. Saya tidak bisa menjawab mana yang lebih bagus, karena bisa jadi setiap orang memiliki pendekatan yang berbeda. Namun menurut saya sebuah target ibadah (secara tertulis) dibuat tujuannya adalah untuk memberikan arah (guidance) bagi kita dalam menjalankan aktivitas ibadah, serta untuk kemudahan dalam mengontrol dan mengevaluasi ibadah yang telah kita lakukan tersebut, lalu akhirnya membuat kesimpulan apakah rencana ibadah kita berjalan secara efektif atau tidak?. Bila tidak efektif penyebabnya apa, serta apa yang harus kita lakukan untuk perbaikan ke depannya. Jika sebuah perusahaan yang beraktivitas untuk kegiatan duniawi saja sangat menekankan pentingnya membuat budget (target), masak iya untuk kepentingan akhirat kita lebih memilih hal yang simple aja. Tapi ya itu berpulang kepada pribadi kita masing-masing juga sih, karena hidup itu sendiri kan terdiri atas pilihan-pilihan.

Lalu seperti apakah bentuk target yang mendetail itu?, saya fikir tidak ada bentuk yang baku untuk hal ini, karena sifatnya sangat personal. Tetapi saya mencoba membuat bentuk (template) target ibadah yang bisa digunakan untuk ramadhan ini maupun di hari-hari biasa, mudah-mudahan bisa dijadikan sebagai perbandingan oleh sahabat. Karena saya membuatnya di dalam aplikasi excel (untuk memudahkan penjumlahan dan penghitungan persentase aja sih), maka template tersebut tidak bisa saya attach di sini (sebenarnya lebih karena ini sifatnya personal, jadi masing-masing orang mungkin punya bentuknya sendiri yang berbeda pula, terus plus juga gak ngerti gimana caranya, he he he maklum masih CUPU terkait hal beginian). Tapi bagi sahabat yang mungkin berminat untuk melihat dan dijadikan sebagai perbandingan bisa menghubungi saya di email: risantie@yahoo.com atau ke: risantchan@gmail.com, insyaALLAH nanti file nya saya kirim ke email sahabat. Mudah-mudahan ini tidak terlambat.

Meskipun sebuah target biasanya penuh dengan idealisme dan juga dirancang melebihi dari apa yang telah dan pernah kita capai. Namun perlu diingat bahwa target yang dibuat harus lah realistis atau membumi, artinya harus disesuaikan dengan kemampuan kita. Dan tentu saja masing-masing kita bisa mengukur sejauh mana kemampuan kita dalam beribadah, atau mungkin bisa dengan melihat pengalaman-pengalaman di tahun kemarin. Oya ada satu lagi yang musti diingat juga bahwa target ini bukanlah segala-galanya, itu hanyalah sebuah tool (alat) yang ditujukan untuk membantu kita dalam mencapai tujuan yang sesungguhnya yaitu taqwa (perbaikan diri). Dan yang terpenting juga adalah belajar untuk selalu meluruskan niat bahwa apapun yang kita lakukan hanyalah untuk mengharap ridlo-NYA.

Meski sudah memasuki hari kedua, semoga ini belum terlambat. Bagi sahabat-sahabat yang sudah membuat dan merancang target ibadahnya, mari kita sama-sama berjuang untuk bisa memberikan yang terbaik sebagai bekal untuk kesejahteraan diri kita di akhirat kelak. Dan bagi sahabat yang belum membuat target, tidak ada salahnya belajar dari hal yang sederhana dulu. Semoga ALLAH senantiasa membimbing setiap langkah-langkah kita, amiin. Mohon maaf ya jika ada yang kurang berkenan.

Sunday, August 16, 2009

Kampung ku Sayang, Kampung ku Malang... Catatan Kecil di Tengah Hiruk Pikuk Perayaan Kemerdekaan Negeriku...

Tersebutlah sebuah desa bernama Pulau Rengas, terletak di pinggiran aliran Sungai Batang Kuantan. Desa tersebut merupakan bagian dari kabupaten Kuantan Singingi (dulu kabupaten nya adalah Rengat, namun beberapa tahun terakhir dilakukan pemekaran sehingga terbentuklah satu Kabupaten baru ini) yang terletak di wilayah propinsi Riau Daratan. Mata pencaharian sebagian besar penduduk desa tersebut adalah bertani dan berternak, namun kegiatan tersebut bukan untuk tujuan komersial tetapi lebih kepada kegiatan bertani dan beternak untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari. Dan utuk memenuhi kebutuhan akan lauk pauk, biasanya penduduk mencari langsung dari sungai dan sawah dengan bermacam-macam cara dan yang masih bersifat tradisional tentunya.

Di desa tersebut sekitar 27 tahun yang lalu saya pun diizinkan untuk menginjakkan kaki pertama kalinya ke dunia ini. Meskipun hanya tinggal di desa dengan makanan dan gizi seadanya, tetapi alhamdulillah saya merasa bisa tumbuh dengan baik dan sehat (setidaknya dalam pandangan saya pada waktu itu). Saya pun melalui masa kecil di desa itu dengan berbagai cerita dan kenangan tersendiri, meskipun sejujurnya hanya sekelumit dari sekian banyak cerita masa kecil itu yang masih bisa saya ingat, karena pada usia 6 tahun saya kemudian merantau ke propinsi Jawa Barat tepatnya ke kota Serang (sekarang telah dimekarkan menjadi propinsi Banten) meninggalkan desa tercinta. Jelas tujuan utama berhijrah pada waktu itu tidak lain dan tidak bukan adalah memperbaiki masa depan. Meski sebenarnya tiada seorang pun yang tahu bagaimana kondisi masa depan dirinya di kemudian hari, tetapi yang jelas kita telah berusaha melakukan tindakan untuk bisa meraih masa depan yang lebih baik, dan hanya itu lah kewajiban manusia, sisanya tinggal kehendak Allah sajalah akan dibawa kemana hasil akhirnya.

Pada saat saya memutuskan untuk berhijrah ke Serang sekitar tahun 1988, keadaan desa saya bisa dibilang sangat memprihatinkan. Penerangan berupa aliran listrik jelas sekali belum ada, jalan-jalan masih beraspal coklat (tanah asli maksudnya), sebagian besar kendaraan pribadi penduduk pada masa itu adalah kereta (sebutan untuk sepeda di daerah sana) dan mungkin bisa dihitung dengan jari warga yang memiliki honda (sebutan untuk motor). Bahkan kalau motor (sebutan untuk mobil) sepertinya belum ada satu pun penduduk yang punya. Makanya saya ingat sekali dulu waktu masih kecil jika ada mobil yang masuk kampung yang biasanya dibawa oleh orang-orang dari rantau, maka anak-anak akan berlarian mengikuti jalannya mobil tersebut dari belakang, saking langkanya benda tersebut.

Dan ketika itu kondisi perekonomian di kampung saya sangatlah memprihatinkan, untuk tidak menyebut kondisi nya sangat buruk. Betapa tidak, sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah bertani (mengolah sawah) dengan metode yg sangat sederhana. Sama sekali belum terdapat traktor di sana, jadi masyarakat menggemburkan tanah persawahan dengan menggunakan tenaga manusia dengan bantuan peralatan seadanya yaitu cangkul. Coba anda bayangkan seberapa berat usaha dan daya yang harus dikerahkan untuk bisa mengerjakan sawah-sawah itu, sementara hasil yang nanti didapat tidaklah seberapa. Yah hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan makan hidup keluarga sehari-hari.

Masih jelas dalam bayangan saya betapa dulu ibu bapak saya harus pergi ke sawah dari pagi-pagi buta dan pulang ketika senja hari menjelang. Seharian penuh mereka mengolah sawah dengan tenaga mereka. Dan itu semua dilakukan untuk tujuan agar bisa menyambung hidup dan menyekolahkan anak-anak mereka sampai pada tingkat yang mereka mampu saja (SD atau SMP sudah lumayan menurut mereka kala itu). Bahkan terkadang tidak semua dari anak2 mereka bisa mengenyam pendidikan, harus ada yang mengalah salah satunya, dan biasanya anak perempuan lah yang diminta untuk mengalah, dan memberikan kesempatan kepada anak laki-laki untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Dan kalau anda bertanya tentang perkembangan infrastruktur di kampung saya saat itu, terus terang saya tak bisa menjawabnya dengan panjang lebar, karena memang tidak ada yang bisa saya ceritakan terkait dengan infrastruktur ini. Apa yang bisa saya ceritakan, semuanya masih dalam keadaan yang sangat alami (baca:belum ada polesan sedikitpun). Penerangan listrik?, sungguh jauh panggang dari api. Jalan raya??, tidak perlu saya uraikan, cukup saja anda membayangkan bahwa anda tengah berjalan menuju perkebunan kelapa sawit di pedalaman Kalimantan sana, maksudnya jalanan nya masih sangat original:). Lalu bagaimana dengan jembatan??, duh its very hard to say, jembatan di sana kala itu (sekarang juga masih banyak yg seperti itu) masih terbuat dari kayu, yang bahkan untuk melewatinya saja kita sudah ketakutan duluan, khawatir nanti roboh ketika kita berjalan di atasnya.

Padahal saya pernah membaca (maaf saya sudah lupa sumber bacaannya) tentang sumber pendapatan negara kala itu, dimana sebagian besar pendapatan negara kala itu berasal dari kekayaan minyak Riau. Yah wajar saja, Riau memiliki kekayaan minyak dari dalam dan di permukaannya. Betapa tidak, di kedalaman bumi nya terkandung minyak bumi yang sangat fenomenal di kala itu, dan di permukaannya terhampar ratusan hektar perkebunan kelapa sawit. Namun ternyata semua kekayaan itu tidak sedikitpun dapat dirasakan oleh penduduk setempat. Yah bisa dibilang penduduk Riau itu bagaikan tikus yang kelaparan di lumbung padi, sungguh sangat ironis.

Tahun berganti dan masa pun berlalu, hingga sekitar 20 tahun sudah lamanya saya meninggalkan desa tercinta, namun tiada perubahan signifikan yang saya temui di sana. Yang ada tuh desa makin sepi karena telah ditinggalkan oleh para penduduknya yang berhamburan merantau ke negeri orang untuk mendapatkan penghidupan yang lebih layak. Penerangan listrik sama sekali belum ada, jalanan pun baru beberapa tahun terakhir mendapat perhatian, tetapi tetap sampai sekarang belum diaspal juga. Salah satu alasan mereka (penguasa negara) adalah karena penduduk setempat belum memberikan akses untuk melakukan pembangunan jalan dan listrik, misalnya ada masyarakat yang tidak rela jika pepohonan di pekarangan depan rumah mereka ditebang seperti pohon kelapa. Akh!! saya fikir itu hanya salah satu bentuk pembelaan diri atas ketidakberpihakan mereka kepada rakyat saja. Padahal apa susahnya sih memberikan pemahaman dan sosialisasi kepada masyarakat tentang betapa pentingnya akses penerangan dan jalan untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat. Tetapi permasalahannya apakah sosialisasi tersebut sudah mereka lakukan dengan optimal ??. Mari coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang:).

Namun bagaimanapun kondisi kampungku dahulu dan sekarang. Kampungku tetaplah tempat ternyaman untuk aku pulang, tempat mengenang kembali cerita indah masa kecil dulu, tempat dimana aku belajar memaknai arti hidup dan perjuangan dalam dimensi kecilku. Tempat di mana aku pernah belajar bagaimana caranya menanam padi di sawah; tempat aku belajar berenang di kolam renang terluas yang pernah aku kenal; tempat bermain memanjat pohon jambu, pohon rambutan, pohon manggis, pohon rambai, pohon duku, tapi tidak termasuk memanjat pohon kelapa tentunya (karena di kampungku itu sudah menjadi tugas beruk, nanti aku dimarahi lagi sama beruk karena telah mengambil lahan mata pencahariannya he he he).

Di kampung itu pun aku telah banyak belajar membaca, membaca pagi ketika berkabut, membaca siang yang tetap sejuk meski mentari sedang memancarkan cahaya tergarangnya, membaca senja ketika sayup-sayup terdengar suara anak-anak mengaji di surau dengan penerangan lampu yang seadanya, dan membaca langit malam ketika dihiasi ribuan bintang yang mengajarkan kepada ku bahwa di tengah gelap gulita pun di kejauhan sana masih terlihat cahaya benderang kalau kita mau berusaha untuk melihat dan meraihnya.

Dirgahayu Negeriku, Negeri Cintaku...


Semoga meriah perayaan hari kemerdekaanmu, bukan sekedar perayaan yang bersifat seremonial belaka, namun hendaknya ada pelajaran berharga yang bisa kita ambil dari sana. Betapa perjuangan itu harus tetap terus berlangsung, melanjutkan perjuangan para pahlawan negeri ini. Semoga semangat akan terus mengalir di setiap aliran darah, di setiap hembusan nafas, dan di setiap ayunan langkah-langkah kita. Semangat untuk terus berbuat apapun yang bisa kita lakukan (setidaknya berbuat untuk perbaikan diri sendiri) untuk kehidupan yang lebih baik di masa depan, InsyaALLAH.

Wednesday, August 12, 2009

Inspiring Dream...

Suatu malam (beberapa waktu yang lalu) saya bermimpi...suatu mimpi yang paling berkesan yang pernah saya alami sepanjang hidup....Saya menyebut nya sebagai ”inspiring dream”...

Mimpi itu adalah mimpi tentang sebuah pernikahan (pernikahan saya dengan seseorang). Sekali lagi yaitu mimpi tentang PERNIKAHAN, BUKAN mimpi KAWIN....Mengapa saya perlu menekankan tentang istilah pernikahan?, Karena jelas sekali terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara kedua istilah tersebut, meski pun salah satu dari kedua istilah tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari yang lainnya. Dan saya fikir di sini saya tidak perlu lagi menjelaskan tentang perbedaan dari keduanya, karena saya yakin tentu kita semua sudah memahaminya bukan? :).

Mengapa saya menyebut mimpi tersebut sebagai ”Inspiring Dream”?. Hal ini karena efek dari mimpi tersebut benar-benar memberikan inspirasi kepada saya untuk mulai memikirkan tentang pernikahan. Meski baru hanya sebatas memikirkan, tetapi hal tersebut tetap merupakan suatu kemajuan bagi saya (setidaknya bagi pemikiran saya tentang sebuah pernikahan)….Di mana selama ini saya cenderung berfikiran bahwa pernikahan merupakan suatu hal yang masih sangat jauh dari kehidupan saya, mungkin bisa dibilang masih berada di langit ke tujuh nya pemikiran saya (karena saking jauhnya kalli yee). Padahal kalau dilihat dari segi usia, teman-teman saya bilang (khususnya mereka yang sudah pada menikah) bahwa usia saya saat ini merupakan usia ”angkatan nikah”. Dengan kata lain yaitu usia yang sangat ideal untuk melangsungkan pernikahan....Dan dengan enteng saya menangkis pernyataan mereka dengan mengatakan bahwa insya Allah semua akan datang tepat pada waktunya…,sebuah jawaban yang klise kata mereka.

Saya tetap pada pendirian saya, dan tentu saja saya mempunyai beberapa alasan yang logis (setidaknya menurut saya) sehingga saya memiliki pemikiran seperti itu. Dan saya fikir sah-sah saja jika seseorang memiliki pemikiran yang berbeda mengenai sesuatu hal dengan pemikiran orang-orang pada umumnya. Dan mimpi tersebut telah menggugah pemikiran saya tentang pernikahan, dan benar-benar telah berhasil memaksa saya untuk melihat kembali (dan kalau perlu mungkin merevisi) rencana-rencana hidup saya, khususnya rencana kapan saya akan menikah.

Satu hal yang membuat saya sangat terkesan adalah bahwa di dalam mimpi tersebut saya merasakan bahwa saat-saat bersama dengan sang suami membuat saya benar-benar merasa tenteram dan nyaman yang luar biasa, yang belum pernah sedikitpun saya rasakan sebelumnya,...Bahkan hingga saya terbangun dari tidur pun saya masih bisa merasakan perasaan tersebut...—Subhanallah sungguh aneh-- suatu perasaan nyaman, tenteram dan damai yang menjalar ke seluruh jiwa....Waah pokoknya perasaan tenteram dan nyaman tersebut tidak bisa diungkapkan lewat kata-kata deh:).

Beberapa saat setelah bermimpi saya teringat jawaban seorang teman yang saya tanya selang beberapa hari seteah ia menikah. Pada saat itu saya bertanya: Perbedaan apa yang kamu rasakan dalam hidupmua setelah menikah??, lalu dengan penuh keyakinan ia menjawab: ”perasaan nyaman dan tenteram yang luar biasa yang belum pernah saya rasakan sebelumnya, dan itu sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata”.

Subhanallah, Allah telah mengizinkan saya untuk merasakan perasaan tersebut, meski hanya lewat sebuah mimpi, tapi tetap hal itu adalah suatu anugerah yang sangat berarti buat saya, terutama untuk pencerahan pemikiran saya.

Inspiring Dream” tersebut pun membuat saya bertanya-tanya di dalam hati (bertanya nya masih di dalam hati nih, karena belum berani bertanya terang-terangan he he..), siapakah gerangan ”seseorang” yang kelak akan menjadi ”teman sejati” pada kehidupan saya di masa depan?? (tentunya jika Allah mengizinkan), ”seseorang” yang akan selalu mendampingi saya di saat suka maupun duka, saling berbagi di kala senang dan susah dan terus bersama-sama dalam mengarungi samudera kehidupan hingga maut memisahkan...

Curious deh....Apakah dia adalah seseorang yang telah saya kenal sebelumnya di masa lalu saya, ataukah dia adalah seseorang yang dekat dengan kehidupan saya saat ini, atau mungkin seseorang yang hingga saat ini belum saya kenal sama sekali, ataauu jangan-jangan bisa jadi dia adalah seorang yang sedang membaca tulisan ini ??? he he he (excluded: wanita dan pria2 yg telah beristri:)). Lalu dimana kah dia sekarang??, apakah saat ini dia berada satu kota dengan saya, satu propinsi, satu negara atau mungkin saat ini dia berada di Negeri Sakura nun jauh di sana??? duuh penasaran deh:).

Yah misteri tentang perjodohan memang benar-benar bikin hati deg-degan dan penasaran (”dokidoki” cek basa Jepang na mah.)...Tapii biarlah rasa ingin tahu dan penasaran tersebut tetap menjadi sebuah misteri hingga kelak waktu akan menjawabnya.... tul gak???. *


*Note:
Tulisan ini ditulis sekitar dua tahun yang lalu dan pernah saya posting di blog saya yang lainnya. Barusan saya membuka-buka kembali tulisan-tulisan yang pernah saya buat, dan entah kenapa terbersit keinginan untuk mem-posting kembali tulisan yang satu ini di tempat yang baru...Jadi terfikir aja bahwa dua tahun yang lalu inspiring dream tersebut telah mampu mengubah pemikiran saya tentang sebuah pernikahan. Dan dua tahun berlalu dari waktu itu (tepat nya saat ini) ternyata misteri tersebut masih belum terungkap. Demo, daijoobu desu! :).

LinkWithin

Blog Widget by LinkWithin